Denpasar (Antara Bali) - Bank Indonesia memprediksi bahwa jalur logistik menjadi salah satu tantangan domestik bagi perekonomian di Provinsi Bali tahun 2016 karena selama ini beberapa kebutuhan pokok di Pulau Dewata masih tergantung dari daerah lain.
"Ketergantungan Provinsi Bali akan daerah lain dalam pemenuhan kebutuhan pangan membutuhkan jalur logistik yang memiliki beberapa jalur alternatif," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi Setyowati di Denpasar, Sabtu.
Tantangan tersebut sejatinya telah terjadi beberapa hari lalu saat Jembatan Tukadaya di Kabupaten Jembrana yang menghubungkan Gilimanuk-Denpasar terputus.
Jalur tersebut merupakan jalan vital yang salah satunya untuk distribusi barang dan kebutuhan pangan yang diturunkan di Pelabuhan Gilimanuk dari Pulau Jawa.
Sehingga sejumlah kendaraan truk besar yang membawa kebutuhan pangan dialihkan ke jalur alternatif yakni melalui Pantai Utara di Kabupaten Buleleng meskipun jarak tempuh dan waktu yang bertambah lama.
Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta yang juga Ketua Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) meminta pengusaha untuk menurunkan barang sementara di Jembatan Timbang dan membagi barang muatan dengan menggunakan truk yang lebih kecil.
Selain itu, dia mengusulkan jalur distribusi melalui laut ditempuh melalui Pelabuhan Benoa di Denpasar yang ditempuh lebih jauh dan lebih lama.
Sementara itu untuk muatan melalui jalur udara, Angkasa Pura I kini telah membangun gudang dan logistik bertaraf internasional di dekat Bandara Ngurah Rai.
Sudikerta ditemui usai meresmikan gudang dan logistik pada Jumat (5/2) menyebutkan bahwa pemerintah berencana mengembangkan empat pelabuhan di antaranya Pelabuhan Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Pelabuhan Tanah Ampo di Amed Kabupaten Karangasem, Pelabuhan Benoa di Denpasar dan Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana.
"Di laut juga ke depan agar bongkar muat tidak hanya di Tanjung Priok Surabaya di Bali juga ingin meningkatkan pendapatan daerah dari sisi pajak dan tenaga kerja dengan teknologi canggih," katanya.
Selain jalur logistik, BI juga mengingatkan pemangku kepentingan di Bali terkait tantangan domestik lain di antaranya antisipasi pengaruh alam dari dampak La Nina, implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN, hingga daya saing pariwisata di kawasan ASEAN seperti Thailand dan Vietnam.
Bank sentral itu memprediksi pertumbuhan ekonomi di Bali tahun 2016 mencapai 6,53 persen, melonjak dari tahun sebelumnya yang mencapai 6,28 persen.
Konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan akomodasi pariwisata yang diproyeksikan tumbuh positif, di antaranya diprediksi menjadi indikator pemacu pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata. (WDY)