Negara (Antara Bali) - Dalam pemeriksaan awal di Pemkab Jembrana, Bali, BPK menemukan indikasi adanya penyimpangan anggaran untuk perjalanan dinas.
Informasi yang diterima di Negara, Kamis menyebutkan, beberapa kepala dinas bahkan mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa, termasuk pejabat yang oleh BPK dianggap bertanggungjawab terhadap anggaran perjalanan dinas.
Selain Winasa, beberapa pejabat yang dianggap bermasalah oleh BPK adalah Kepala Dinas Hubkominfo Komang Wiasa dan Kepala Dinas Dafduknaketrans Dan Capil Dede Heryady.
"Pejabat-pejabat itu terancam harus mengembalikan biaya perjalanan dinas yang sudah mereka pakai, jika tidak bisa memberikan pertanggungjawaban administrasi serta menyerahkan bukti-bukti," kata salah seorang sumber di lingkungan Pemkab Jembrana.
Sekkab Jembrana I Gede Suinaya saat dikonfirmasi membenarkan adanya temuan BPK tersebut.
Ia juga tidak membantah nama-nama pejabat tersebut, termasuk mantan Bupati Winasa.
Menurut Suinaya, saat memeriksa dokumen pertanggungjawaban perjalanan dinas, BPK menemukan kesalahan yang berbeda antara Komang Wiasa, Dede Heryady dan I Gede Winasa.
Untuk Komang Wiasa, Suinaya mengatakan, BPK meragukan salah satu dokumen bukti keberangkatan perjalanan dinas dari airport.
"Bukti keberangkatan dengan pesawat itu ada beberapa yang harus diserahkan ke BPK seperti boarding pass, airport tax dan sejenis stiker dan BPK meragukan keasliannya," kata Suinaya.
Untuk kasus Dede Heryady yang dipersoalkan BPK terkait keberangkatan empat camat dan Kepala Kantor Kesbanglinmas ke Jepang beberapa waktu lalu dengan menggunakan anggaran Dinas Dafduknaketrans Dan Capil.
"Khusus untuk anggaran di Dinas Dafduknaketrans Dan Capil itu BPK masih terus melakukan pemeriksaan setelah adanya temuan awal dugaan terjadinya penyimpangan," ujar Suinaya.
Sedangkan terkait perjalanan dinas mantan Bupati Winasa, ditemukan penjelasan yang berbeda antara surat perintah jalan (SPJ) dengan kenyataan.
Suinaya mengatakan, saat masih menjabat bupati, Winasa memang sering memberikan kuliah umum di Universitas Airlangga Surabaya sebagai implementasi kerja sama antara Pemkab Jembrana dengan perguruan tinggi tersebut.
"Terkait keberangkatannya ke universitas itu di SPJ tertulis yang bersangkutan ke Surabaya untuk mengurus izin Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, sehingga BPK menganggapnya sebagai perjalanan pribadi yang tidak boleh dibiayai dari anggaran negara," ujarnya.
Suinaya mengungkapkan, untuk semua temuan itu pihaknya sudah minta kepada Komang Wiasa, Dede Heryady dan Gde Winasa untuk segera mencari bukti-bukti kalau mereka tidak melakukan penyimpangan anggaran perjalanan dinas.
Khusus untuk Komang Wiasa, menurut Suinaya, ia harus bisa mencari manifes penumpang pesawat sebagai bukti perjalanannya.
"Kalau benar-benar berangkat pasti terdaftar di manifes penumpang. Itulah yang nanti akan kita serahkan kepada BPK sebagai bukti kalau benar-benar berangkat," ujarnya.
Suinaya menambahkan, pihaknya memberikan batas waktu selama tujuh hari terhitung sejak 23 Nopember lalu.
Jika mereka tidak bisa menunjukkan bukti-bukti, maka yang bersangkutan harus mengembalikan biaya perjalanan dinas yang sudah terpakai.(*)