Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah daerah beserta instansi terkait seharusnya membuat penjabaran tentang kawasan suci dalam petunjuk teknis dan pelaksanaan dalam menyikapi keberadaan kawasan Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Bali.
"Tentu dalam pelaksanaan teknis dan petunjuk pelaksanaan yang melibatkan peran warga yang bertanggungjawab terhadap kawasan suci tersebut (pura)," kata Sugi Lanus dari Hanacara Society pada diskusi terkait menyikapi Teluk Benoa, di Denpasar, Kamis.
Ia mengharapkan kepada pemerintah dan instansi terkait dalam proses tersebut memetakan seluruh kawasan suci di Bali dan penyusunan petunjuk teknis serta lakukan sosialisasi, dan warga Pulau Dewata harus berani melakukan moratorium.
"Masa moratorium adalah masa membuat konsensus kembali, mendata, memetakan dan menata kembali arah dan visi kepariwisataan secara sektor lainnya, sehingga Bali memiliki kejelasan peta kawasan yang berintegrasi dengan pengembangan kawasan dan pembangunan ke depan," ujarnya.
Sugi Lanus mengatakan aksi nyata pemetaan bukan hanya berhenti di atas kertas, tapi menjadi konsensus dan panduan bersama seluruh rakyat Bali untuk menjaga kedaulatan pangan, air dan energi Pulau Dewata masa depan.
Sementara Manajer Program Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Bali Made Iwan Dewantama mengatakan tata kelola pesisir Bali harus sejalan dengan konsep laut dan gunung dan keberadaan pura kahyangan.
"Masyarakat Bali harus bersatu untuk mewujudkan Bali yang damai. Karena itu segala bentuk persoalan harus dilakukan penyikapan secara hati-hati. Termasuk juga menyikapi masalah kontroversial Teluk Benoa itu," katanya.
Ia mengatakan dari segi perairan Bali memiliki potensi yang sangat kaya, baik dari alamnya yang ada di daratan maupun di laut.
"Karena itulah wisatawan datang ke Bali. Tidak semata-mata untuk mencari objek wisata modern. Sebab di negara mereka sudah jauh lebih modern dibanding kita baru akan mewacanakan membangun. Pariwisata Bali berpatokan pada pariwisata budaya, bukan pariwisata modern semata, katanya. (WDY)