Denpasar, 3/12 (Antara) - Terdakwa Margrit Megawe sering memerintahkan korban Engeline untuk membersihkan rumah ibu angkatnya itu, setelah memberi makan 300 ekor ayam, 13 kucing dan 3 anjing peliharaan setiap hari.
"Terdakwa sering memerintahkan korban untuk ngepel lantai dapur dan kamar terdakwa," Ujar saksi Franky alexander Marenggang yang memberikan keterangannya terkait kasus pembunuhan Engeline, di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga itu, saksi sering melihat korban dimarahi terdakwa apabila Engeline tidak melaksanakan tugasnya dengan benar.
Fanky mengakui pernah mendengar korban dimarah terdakwa dengan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan untuk anak yang masih berusia delapan tahun itu (Engeline).
"Saya mendengar ucapan Margrit seperti ini, Kamu jangan jadi pendusta, penipu, pembohong ya !. Sudah saya kasi makan dan sudah saya kasi hidup," ujar saksi.
Saksi menegaskan, saat terdakwa memarahi korban dengan suara intonasi tinggi sehingga sangat terdengar jelas dari tempatnya saat memberi makan ayam yang saat itu korban dimarahi Margrit di dalam kamar.
Selain itu, saksi sering melihat korban setiap hari Pukul 05.30 Wita sering memberi makan 300 ekor ayam, 13 ekor kucing dan 3 ekor anjing peliharaan terdakwa, sebelum Engeline berangkat ke sekolah di SDN 12 Sanur, Denpasar.
"Selama saya tinggal bersama Margrit, sering mekihat korban bangun pagi untuk membantu saksi setiap harinya memberi makan hewan peliharaan Margrit," katanya.
Pihaknya menuturkan, kronologi pertemuannya dengan Margrit, dimana pihaknya mengenal keluarga Megawe sejak lama dan baru bertemu terdakwa pada 16 Desember 2014, untuk merayakan Hari Natal dan tahun baru di Bali.
Saksi tinggal di rumah terdakwa, Jalan Sedap Malam, Denpasar, sejak 16 Desember 2014 hingga 9 Maret 2015 (tiga bulan) bersama istrinya Laurent Soriton dan kerabatnya Juliet Cristen Hartayo.
Saat itu, saksi ditawarkan bekerja oleh terdakwa untuk menggantikan pekerjaan Arnol yang sebelunya bekerja memberikan makan ayam di rumah Margrit mengurus hewan peliharaan terdakwa.
"Saya ditawarkan bekerja Margrit untuk membantu-bantu mengurus hewan peliharaan dengan gaji Rp500 ribu perbulan dan bekerja di Margrit dua bulan gajian," ujarnya.
Pihaknya menambahkan, saat Engeline membantu saksi memberikan makan ayam, pihaknya sempat melarang korban untuk mengambil pekerjaan berat itu, namun korban mengatakan kepada saksi bahwa takut di marah mama (Margrit).
"Kalau untuk Anjing dan kucing terdakwa diberi makanan yang dimasak dan khusus ditaruh di kulkas, untuk ayam berupa makanan khusus," katanya.
Saksi juga mengatakan, terdakwa Margrit memiliki keyakinan agama ktisten protestan, namun tidak pernah melihat terdakwa ke Gereja bersama Engeline.
Saat kejadian hilangnya Engeline, kata dia, pihaknya sudah kembali ke kampung halamannya di Balikpapan, Kalimantan Barat, pada 10 Maret 2015 dan saksi tidak pernah bertanya bagaimana kabar Engeline.
"Saya mengetahui Engeline ilang diculik pada 16 Mei 2015 dari Margrit melalui telepon dan perasaan saya saat itu puji tuhan Engeline diculik orang, karena selama tinggal di rumah Margrit, korban tidak dapat kehidupan layak dan saya yakin Engeline mendapat hidupnya lebih enak dari pada tinggal di rumah Margrit," ujarnya.
Pihaknya juga sering menceritakan kepada keluarganya di Balikpapan, bahwa Engeline sering dipukul dan dimarahi terdakwa.
Namun, pihaknya mengetahui Engeline meninggal terkubur di Jalan Sedap Malam, Denpasar, pada 10 Juni 2015, melalui siaran televisi milik tetangga di Balikpapan.
"Saat mengetahui Engeline meninggal perasaan saya sedih karena selam tiga bulan bersama Engeline sangat merasa kehilangan," ujarnya. (NWD)