Amlapura (Antara Bali) - Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali menilai, "kesepekang" atau pengucilan warga oleh desa setempat jika melakukan kesalahan perlu dikaji secara matang sehingga keberadaannya menjadi lebih baik.
"Aspek-aspek adat dan hukum adat seperti kasus 'kesepekang' perlu memperoleh kajian lembaga agar pelaksanaanya tidak berlandaskan 'mule keto' atau memang sudah begitu adanya," kata Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali Jero Mangku Gede Putus Suwena Upadesa di Amlapura, Kamis
Saat pelantikan pengurus Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Karangasem di Pura Jagatnata, ia mengatakan bahwa "kesepekang" itu bukan serta merta begitu saja diputus, melainkan melalui proses tahapan yang lama dan rumit karena ada aspek yang mesti dilalui.
"Perlu pembelajaran lebih dalam untuk memutuskan kasus 'kasepekang' itu," ujarnya.
Selain menyinggung soal kasus 'kesepakang', pada kesempatan itu, Jero Mangku Gede juga mengatakan kalau MMDP adalah lembaga untuk mengabdikan diri untuk kepentingan umat melalui desa pakraman.
Ia juga mengingatkan MMDP wajib melakukan "paruman" atau musyarawah setiap lima tahun untuk memilih pengurus baru.
"Kewajiban ini sudah tertuang dalam AD/ART," katanya.
Dia berharap juga, semua bentuk administrasi keputusan organisasi lembaga majelis madya hendaknya dapat menggunakan bahasa Bali yang benar dan layak, agar dapat dijadikan contoh.
"Keberadaan desa pakraman di Bali saat ini banyak yang hendak ditiru oleh komunitas Hindu di luar Bali, sehingga perlu mendapatkan perhatian lembaga umat di Bali yang dijadikan kiblat oleh umat Hindu di luar Bali," katanya.
Sementara Wakil Bupati Karangasem I Made Sukerana yang hadir dalam peresmian tersebut mengatakan, MMDP saat ini dihadapkan pada banyaknya tantangan karena banyak desa pakraman yang terhimpit berbagai persoalan, baik di bidang parahyangan, pawongan maupun palemahan.
"Salah satu hal yang wajib mendapatkan perhatian adalah di bidang palemahan, seperti perbatasan antara desa adat atau antardesa, yang kerap kali memicu konflik karena adanya kepentingan," ujarnya.(*)
Pengucilan Secara Adat Perlu Dikaji Matang
Kamis, 11 November 2010 19:41 WIB