Denpasar (Antara Bali) - Pulau Bali tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata dunia, namun bagi warga asing lanjut usia (lansia), bahkan menjadikan Pulau Dewata sebagai tempat yang nyaman untuk menghabiskan sisa hidupnya.
"Keberadaaan warga asing (Belanda) di Bali itu, memang tidaklah mudah. Untuk bisa mendapatkan kartu izin tinggal tetap (Kitap), harus melewati persyaratan ketat, mengingat jangan sampai justru membebani," kata Konsultan Dewata Journey Service (DJS) Ni Made Citra Dewi SH di Sanur, Kota Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan warga asing yang mendapatkan Kitap minimal usia 55 tahun, dan tinggal sementara berturut-turut 15 tahun
Citra Dewi konsultan DJS, yang juga perusahaan sponsor warga asing dalam pengurusan Kitap, mengatakan sebelumnya warga asing ini harus memenuhi persyaratan, yakni secara kontinyu lima tahun menetap di Bali setelah mendapat kartu izin tinggal terbatas (Kitas). Mengacu aturan keimigrasian yang baru, akhirnya bisa mendapatkan kartu izin.
Citra Dewi menjelaskan selain sudah menetap dalam jangka waktu lama, persyaratan lainnya, mereka wajib memiliki tabungan pensiunan atau uang deposit yang cukup. Itu sebagai jaminan selama hidup atau tinggal di Bali.
Dikatakan, tidak jarang dari mereka, ada yang tinggal menikah dengan WNI, atau tinggal sendiri baik di rumah yang dibeli atau disewa dalam jangka waktu tertentu.
"Warga asing yang telah mendapat Kitap rata-rata di atas usia 65 tahun, diurusi oleh pembantu, mereka merasakan kenyamanan tinggal di Bali.
Citra Dewi yang didampingi pemilik DJS Corp, Lusiana Sanato mengatakan pihaknya cukup banyak mensponsori warga asing yang memenuhi persyaratan untuk bisa tinggal dalam waktu yang tidak terbatas di Bali. Dari ribuan warga asing yang tinggal di Indonesia, termasuk di Pulau Dewata, paling banyak adalah warga asal Belanda, disusul Australia, Jepang dan Jerman.
Dari ribuan warga asing yang memilih tinggal sementara dan tetap di Bali, paling banyak berasal dari Belanda baik yang blasteran Indonesia-Belanda maupun mereka yang keturunan asli Belanda.
Menurut Citra Dewi, kawasan wisata Sanur, adalah salah satu tempat paling favorit yang diminati warga Belanda. Mereka selama di Bali akan menikmati hidupnya dengan rekreasi dan berjalan-jalan di pinggir pantai.
Para bule lanjut usia (lansia) itu, menikmati keindahan pantai, dengan bercengkrama, sendau gurau, berkumpul bersama, baik di restoran, kafe atau kedai-kedai di bibir pantai. Mereka benar-benar menikmati, menemukan kedamaian hidup di Bali.
"Saya keturunan campuran Indonesia Belanda, lahir di Surabaya, lama di Belanda dan kini tinggal di Bali, " kata Robert Alfos Vermereen.
Ia mengaku setelah puluhan tahun hidup di Belanda dan Indonesia, akhirnya pria kelahiran 1940 ini, menjatuhkan pilihan menghabiskan sisa hidupnya di daerah berjuluk Pulau Bali.
Bagi dia, Pulau Dewata memberikan ketenangan, kenyamanan, dan kedamaian, hal yang sangat dibutuhkan oleh para manula. Ketika, mereka sudah tidak punya siapa-siapa lagi, karena sanak keluarga ada di Belanda, justru tetap menemukan semangat hidup di sini.
Dia bahkan, sudah memutuskan untuk tidak lagi balik ke Belanda, karena Bali, Indonesia dianggapnya sudah menjadi Tanah Air sendiri.
Bersama warga asing lainnya, dia menjalani hari-hari, dengan berinteraksi satu sama lain, menjalin komunikasi, berkumpul dan beraktivitas ringan bersama.
Hal senada dikatakan Amandine Grisard (70) yang memutuskan menikmati uang pensiunan di negaranya, untuk tinggal di Bali. Setelah 16 tahun tinggal di Bali, akhirnya bersama warga Belanda lainnya, memperoleh Kitap.
Grisard merasakan ketenangan tinggal di Pulau Dewata, karena masyarakatnya ramah, keindahan alam, dan pesona adat budaya yang begitu kuat.
"Saya merasakan nyaman tinggal di Bali, ingin menghabiskan sisa hidup saya di sini, saya ingin hidup lebih lama di Bali," katanya. (WDY)