Denpasar (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengajak elit politik dan birokrasi di Pulau Dewata untuk menjadi agen perubahan sebagai salah satu upaya memotong siklus korupsi.
"Korupsi berdampak sangat buruk bagi keberlangsungan sebuah negara. Tindakan tak bertanggung jawab ini menyebabkan makin tingginya angka pengangguran dan kemiskinan," kata Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja pada Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, korupsi juga memicu kerusakan lingkungan yang makin parah, membengkaknya utang luar negeri, dan menurunkan kualitas pelayanan publik. Lebih dari itu, tindakan korup juga menimbulkan biaya sosial yang sangat tinggi.
Adnan mengemukakan sepanjang 2001-2009, KPK menindak 542 koruptor dengan nilai kerugian negara sebesar Rp73,1 triliun. Mengacu data tersebut, sebagian besar tindak pidana korupsi dilakukan oknum anggota DPR dan DPRD, Kepala Lembaga dan Kementerian, Gubernur, Bupati/Wali Kota dan wakilnya serta pejabat eselon I,II dan III.
Hingga Juli 2015, KPK menangani kasus korupsi yang melibatkan 82 anggota DPR dan DPRD, 15 Gubernur, 48 Bupati/Walikota dan wakilnya serta 120 pejabat eselon I,II dan III. "Secara keseluruhan mencapai 480 kasus," tandasnya.
Bertolak dari data tersebut, Adnan berharap ada komitmen dan itikad baik dari kalangan elit untuk memotong siklus korupsi.
Adnan juga menyampaikan bahwa catatan panjang pengungkapan kasus korupsi bukan sebuah kebanggaan bagi jajaran KPK. "Bagi jajaran KPK, banyaknya kasus yang berhasil diungkap bukan kebanggaan. Kami menilai, upaya pencegahan jauh lebih penting dari penindakan," ucapnya.
Menurut dia, kalangan elit politik dan birokrasi memegang peran penting dalam upaya pencegahan korupsi.
Dia pun menyentil "mindset" atau pola pikir kalangan elit politik yang cenderung mengkambinghitamkan konstituen untuk melegalkan tindakan korup.
Dia lantas menceritakan pengalamannya saat melakukan kegiatan advokasi ke DPRD di wilayah Sumatera.
Adnan menyebut, ada anggota Dewan setempat yang protes karena diadvokasi tim KPK. Anggota Dewan itu malah menyarankan KPK mengadvokasi para konstituen.
Anggota Dewan itu berdalih konstituen selalu menadahkan tangan, baik saat proses pemilihan maupun hingga mereka terpilih jadi wakil rakyat sehingga mereka merasa wajar mengupayakan anggaran untuk memenuhi permintaan para konstituen.
"Jangan melempar kesalahan pada rakyat. Kalangan elitlah yang harus menjadi agen perubahan untuk memotong siklus korupsi," tandas Adnan.
Di sisi lain, kata dia, upaya pencegahan korupsi akan optimal jika dilakukan mulai dari tahap perencanaan. "Dari perencanaan, kita bisa tahu apakah ada mark up atau tidak," imbuh Adnan yang menilai Bali cukup baik dalam gerakan pencegahan korupsi.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika alam sambutan tertulis yang dibacakan Wagub Ketut Sudikerta menegaskan komitmennya dalam memerangi tindak pidana korupsi.
Dia sepaham kalau upaya memerangi korupsi harus terus dioptimalkan karena sejalan dengan program reformasi birokrasi yang diarahkan pada upaya mewujudkan birokrasi yang bersih dan berwibawa.
Pastika menambahkan, komitmen Pemprov Bali dalam memerangi korupsi diimplementasikan dengan rencana aksi daerah penerapan tata kelola pemerintahan yang baik.
Selain itu, Pemprov Bali juga konsisten menindaklanjuti hasil pemeriksaan lembaga pengawas internal dan ekternal. Bahkan, baru-baru ini Pemprov Bali berhasil meraih penghargaan karena tuntas menindaklanjuti hasil pengawasan Inspektorat Jenderal Kemendagri. "Secara konsisten, kami juga menerapkan tiga pilar good governance yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik," imbuh Pastika.
Selanjutnya guna mendorong partisipasi publik, Pemprov Bali secara rutin melaksanakan kegiatan "simakrama" atau temu wicara dengan masyarakat dan Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS).
Sementara secara internal, pihaknya terus mengefektifkan peran Inspektorat Provinsi sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). "Kami juga membangun koordinasi intensif dengan perwakilan BPKP dan BPK di Bali," imbuhnya
Dalam kesempatan itu, Pastika juga menyampaikan bahwa konsistensi Pemprov Bali dalam mewujudkan tata kelola keuangan yang lebih baik telah membuahkan prestasi cukup membanggakan. Dua kali berturut-turut, Pemprov Bali meraih Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI.
"Meski opini tersebut tak menjamin pemerintah daerah bebas korupsi, tapi paling tidak capaian ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengelola keuangan daerah secara lebih transparan dan akuntabel serta berupaya meniadakan penyelewengan," ucapnya. (WDY)
KPK Ajak Elit Politik Potong Siklus Korupsi
Rabu, 28 Oktober 2015 16:11 WIB