Nusa Penida (Antara Bali) - Nusa Penida, sebuah Pulau yang terpisah dengan daratan Bali memiliki potensi besar dalam pengembangan industri kerajinan berbahan baku batok kelapa.
Guru Besar Pertanian Terapan Universitas Sudirman Purwokerto Prof. Agus Margiwianto di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Selasa, pihaknya sangat tertarik mengembangkan batok kelapa untuk mendukung pengembangan industri kerajinan di daerah itu.
Untuk itu Prof. Agus Margiwianto mengadakan pertemuan dengan Camat Nusa Penida I Ketut Sukla,SH yang didampingi Kasi Sosbud I Dewa Ketut Suspriawijaya,SE.
Nusa Penida yang dikelilingi oleh lautan itu selain memiliki potensi besar dalam bidang kelautan dan pengembangan rumput laut juga memiliki banyak pohon kelapa yang limbahnya dapat dijadikan bahan baku pengembangan industri kerajinan.
"Kelapa selain menghasilkan minyak dan bahan makanan, limbahnya dapat dijadikan bahan baku industri kerajinan skala rumah tangga," ujar Agus Margiwianto.
Ia mengingatkan, potensi batok kelapa yang ada hendaknya dapat digarap, mengingat perkembangan pariwisata kian meranjak. Sisi lain, dunia pariwisata tidak semua masyarakat akan terlibat di sana. Oleh sebab itu di luar sektor pariwisata khususnya mengembangan industri kecil dan kerajinan rumah tangga harus mendapat perhatian secara serius, karena secara tidak langsung akan mendukung sektor pariwisata itu sendiri.
Dengan demikian semua masyarakat akan memiliki pekerjaan dan memperoleh penghasilan. Yang tidak terserap dalam dunia pariwisata bisa mengembangkan industri kecil dan kerajinan rumah tangga, salah satu menggunakan bahan baku batok kelapa.
"Di daerah saya binaan kerajinan kelapa sudah memberikan penghidupan bagi masyarakat. Sebelumnya, kelapa hanya dimanfaatkan sebagian kecil. Memang, mengarahkan masyarakat butuh proses. Ketika hasil itu nyata, masyarakat dengan sendirinya mandiri menbentuk kelompok," ujar Agus Margiwianto.
Camat Nusa Penida I Ketut Sukla,SH menyambut baik gagasan tersebut, dengan harapan bisa terealisasi, mengingat memulainya itu sangat sulit. Kendala yang dihadapi menyangkut keterampilan hingga pemasaran hasil.
Untuk itu memerlukan pembinaan seperti halnya untuk ukiran batu paras dan pengembangan kain tenun rangrang yang kini menjadi tulang punggung pendapatan sebagian masyarakat setempat, ujarnya. (WDY)