Frankfurt (Antara Bali) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan di balik kebanggaan Indonesia sebagai "Tamu Kehormatan" pada Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 terdapat tantangan membuat Indonesia dikenal dan diakui dengan mengajak Eropa dan dunia dengan dialog lebih luas.
"Kami sadar bahwa di benua ini, di Eropa, dan khususnya di Jerman, Indonesia adalah sebuah negeri yang tak dikenal. Kami sadar pula bahwa karena sebab itu, untuk hadir di arena ini, kami harus bekerja sekuat tenaga mempersiapkan diri," kata Anies Baswedan dalam sambutan pada pembukaan FBF 2015 di Frankfurt, Selasa (13/10) malam.
Menurut dia, tujuan Indonesia hadir di ajang itu tidak hanya untuk membuat Indonesia dikenal, atau diakui. Tujuan yang lebih penting adalah untuk mengundang dan mengajak Eropa dan dunia ke dalam sebuah percakapan yang lebih luas.
"Kehadiran Indonesia di sini juga kami harap dapat dianggap sumbangan kami untuk meneguhkan bahwa kebudayaan berkembang melalui sikap yang terbuka," katanya.
Indonesia mempunyai pengalaman yang cukup panjang dalam percakapan itu. Inilah negeri dengan sekitar 17.000 pulau, 800 bahasa, dan 300 tradisi lokal. Berabad-abad, melalui perdagangan atau diplomasi, perang atau damai, keanekaragaman itu belajar untuk hidup bersama, katanya.
Lebih lanjut Mendikbud tepat tahun 2015 ini Indonesia sebagai republik berumur 70 tahun. Ketika para pendiri Republik memaklumkan berdirinya negeri ini, bangkit dari penjajahan Belanda dan Jepang, tingkat literasi hanya lima persen dengan keadaan ekonomi yang lemah. Kini tingkat literasi mencapai 95 persen. Di bawah kolonialisme Belanda, Indonesia tak mengenal universitas, kini ada lebih dari 3.000 universitas. Kelaziman membaca di kalangan penduduk memang masih sangat rendah, tetapi makin lama makin meningkat, terutama di kalangan generasi muda, katanya.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan dan Media Republik Federasi Jerman Monika Grütters dalam sambutannya mengatakan dunia termasuk juga Jerman bisa bercermin dari Indonesia. Di sisi lain, Jerman sebagai penerima tamu, harus kembali mempertanyakan diri sendiri, bagaimana kita harus melindungi dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang telah menjadikan Jerman sebagai negara tujuan dari ribuan pengungsi, tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komite Nasional Indonesia untuk Tamu Kehormatan pada Frankfurt Book Fair, Goenawan Mohammad mengatakan menulis adalah untuk menghidupkan percakapannya. "Dan dengan demikian kita menulis juga untuk menumbuhkan kemerdekaannya," ujarnya.
Usai acara pembukaan, para undangan mengunjungi paviliun Indonesia seluas 2500 meter persegi, yang mengambil konsep 17,000 Islands of Imagination. (WDY)