Jakarta (Antara Bali) - Aktivitas industri pertambangan di daerah meninggalkan tiga masalah sosial yang berdampak pada hilangnya budaya dan faktor ekonomi masyarakat lokal, kata Guru Besar Universitas Indonesia bidang Sosiologi Dody Prayogo.
"Hasil studi lapangan saya, tiga masalah penting tersebut yakni keadilan sosial, kesetaraan dalam memperoleh kesejahteraan dan sumber ekonomi, serta jaminan keberlanjutan terkait perubahan lingkungan," kata Prof. Dody Prayogo dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu.
Dody menjelaskan masalah keadilan sosial masyarakat lokal berkait erat dengan hilangnya lahan warga setempat untuk area pertambangan.
"Bagi masyarakat pertanian yang masih sangat bergantung pada lahan dan sumber alam, kehilangan lahan berdampak pada hilangnya wilayah suatu budaya dan hilangnya faktor produksi dan pekerjaan," jelas Dody.
Ia juga menjelaskan kehadiran industri pertambangan membuat ketimpangan antarkelompok sosial.
"Ketimpangan sosial seperti antara penduduk asli dan pendatang serta pekerja dengan nonpekerja tambang," katanya.
Masalah jaminan keberlanjutan, lanjut Dody, terkait dengan dampak lingkungan atas kehadiran dan kegiatan tambang yang menyangkut keberlanjutan kegiatan masyarakat.
"Dampak fisik, seperti udara, debu, kebisingan, gangguan sumber air, getaran, kebauan, dan radiasi sinar, berdampak pada masyarakat terdekat secara langsung," kata dia.
Oleh karena itu, Dody merekomendasikan sejumlah solusi untuk menghilangkan masalah sosial tersebut yang dilakukan oleh Pemerintah maupun pihak perusahaan yang menambang tambang.
"Harus adanya pemerintahan yang responsif, yang tanggap menyempurnakan tata aturan, dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat yang lebih daripada kegiatan CSR," kata Dody. (WDY)
Pertambangan Daerah Tinggalkan Tiga Masalah Sosial
Minggu, 4 Oktober 2015 21:15 WIB