Denpasar (Antara Bali) - Dinas Kebudayaan Kota Denpasar menggelar kembali kegiatan "parum-param" atau seminar serangkaian peringatan HUT Ke-109 Puputan Badung dengan tema "Mati Tan Tumut Pejah", yakni membedah aktualisasi kepemimpinan Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung.
Untuk meneladani jiwa atau karakter Raja Badung yang berani dan pantang menyerah, patut terus digaungkan dan diteladani dalam mengisi pembangunan.Dalam seminar tersebut, kata Penjabat Wali Kota Denpasar Anak Agung Gede Geriya dalam seminar tersebut di Denpasar, Sabtu.
Dalam berbagai permasalahan sosial yang dihadapi Kota Denpasar, kata dia, spirit pantang menyerah patut dijadikan instrumen menuju revolusi mental.
"Spirit ini akan mampu menjawab berbagai tantangan yang dihadapi sekaligus sebagai alat untuk memupuk rasa kebersamaan dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan. Dengan demikian, kita tidak tergerus dan tenggelam oleh derasnya arus modernisasi," katanya.
Pada seminar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain IB Gede Agastia, I Dewa Gede Windhu Sancaya, dan Anom Ranuara dengan makalah "Bebadungan Yang Meredup" menyoroti tentang aktivitas, ciri, dan identitas Badung yang kini menjadi Kota Denpasar.
Sementara itu, pemakalah IB Gede Agastia mengatakan bahwa I Gusti Ngurah Made Agung atau yang dikenal dengan julukan Ida Cokorda Mantuk Ring Rana adalah sosok Raja Badung zaman dahulu dengan tekad dan keberaniannya berperang melawan tentara kolonial Belanda guna melepaskan diri dari cengkeraman penjajah hingga titik darah penghabisan.
Berjuang dengan tulus dan gagah-berani, kata dia, nilai-nilai inilah yang kini menjadi warisan dan inspirasi generasi sekarang untuk bersama-sama membangun dan memajukan Kota Denpasar.
Dengan mentransfer konsep dan nilai-nilai kepemimpinan I Gusti Ngurah Made Agung guna mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Dikatakan untuk menuju "Revolusi Mental" terhadap seluruh lapisan masyarakat dan seluruh aparatur di Kota Denpasar. Sosok I Gusti Ngurah Made Agung adalah seorang raja sekaligus pejuang yang teguh dan berani.
Agastia mengatakan bahwa Raja Ngurah Made Agung, selain piawai, teguh dan adil dalam mengayomi rakyatnya juga dikenal sebagai sastrawan.
"Beliau telah menghasilkan sejumlah karya sastra, di antaranya `geguritan niti raja sasana, dharma sesana, hrdaya sastra, nengah jimbaran`," katanya.
Ia menegaskan, "Jadi, beliau (Raja Badung) adalah seorang pemimpin yang bersastra, yakni pemimpin yang menjunjung tinggi nilai spiritual, estetika, etika, dan filsafat."
Kegiatan "parum-param" (seminar) sehari ini diikuti sedikitnya 80 orang peserta berasal dari berbagai disiplin ilmu, tokoh masyarakat, dan budayawan, termasuk generasi muda Kota Denpasar. (WDY)