Denpasar (Antara Bali) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali berjanji akan memantau perkembangan pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, terkait dengan sorotan mayoritas pekerja yang berasal dari Tiongkok.
"Kami akan selalu pantau dan sudah bersepakat juga dengan Pemerintah Kabupaten Buleleng," kata Kadisnakertrans Bali I Gusti Agung Sudarsana, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, meskipun secara sepintas dalam peresmian PLTU Celukan Bawang itu terlihat mayoritas orang Tiongkok, tetapi sesungguhnya banyak juga yang dipekerjakan itu adalah warga negara Indonesia keturunan Tiongkok yang pernah bekerja di Negeri Tirai Bambu itu.
"Mereka ini yang menjadi penyambung komunikasi di PLTU itu," ucapnya.
Terkait dengan pekerja PLTU Celukan Bawang yang Izin Mempekerjakan Tenga Kerja Asing (IMTA) diperpanjang oleh Pemprov Bali, jumlahnya dari 2014 hingga saat ini untuk 191 orang. Mayoritas IMTA-nya untuk bekerja selama enam bulan.
"Saya orangnya normatif, saya bekerja sesuai aturan. Kami mengeluarkan IMTA sesuai dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang lintas kabupaten. Sedangkan yang RPTKA untuk Kabupaten Buleleng saja, jadi IMTA-nya dikeluarkan oleh Pemkab Buleleng," ujarnya.
Data tersebut, lanjut Sudarsana, juga didapatkan dari data Kementerian Tenaga Kerja yang sistemnya sudah terkoneksi.
Sudarsana menambahkan, terkait dengan kewenangan mempekerjakan tenaga kerja asing, proses awalnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pihaknya mengeluarkan IMTA sesuai data yang diturunkan dari pusat yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Namun, secara spesifik pihaknya tidak tahu terkait isi perjanjian "G to G" antara Pemerintah Indonesia dan Tiongkok hingga akhirnya diputuskan mayoritas pekerja PLTU Celukan Bawang dari Tiongkok. "Meskipun demikian, kami optimistis secara bertahap alih teknologi kepada para pekerja kita pasti akan dilakukan," katanya.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan pada 17 Agustus lalu ke Celukan Bawang, tidak dipungkiri untuk jabatan-jabatan penting di PLTU tersebut dipegang oleh warga Tiongkok.
Menurut dia, lewat kasus ini setidaknya dapat menjadikan pemerintah dan masyarakat lebih "ngeh" bahwa untuk adanya alih teknologi di PLTU tersebut yang diperlukan bukan hanya wacana.
"Tenaga kerja di sekitar pembangkit harus mulai bangkit juga, di samping diperlukan niatan dari Pemkab Buleleng untuk bisa memberikan pelatihan kerja kepada masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan di PLTU dan juga melatih bahasa Mandarin," kata Sudarsana. (WDY)