Singaraja, (Antara Bali) - Pulau Bali membutuhkan pasokan energi listrik sebesar 3000 MW untuk mengantisipasi kebutuhan pembangunan hingga sepuluh tahun ke depan yang dipastikan berkembang pesat, namun untuk kebutuhan sekarang sudah terpenuhi seiring beroperasinya PLTU Celukan Bawang, Buleleng.
"Kapasitas terpasang listrik di Bali hanya 850 MW sedangkan beban puncak 781 MW, namun dengan beroperasinya PLTU Celukan Bawang kebutuhan listrik Bali saat ini terpenuhi," ujar I Ketut Wija, Asisten Ekonomi dan Pembangunan mewakili Gubernur Bali saat peresmian PLTU Celukan Bawang, Selasa.
Turut memberikan sambutan pada peresmian beroperasinya PLTU Celukan Bawang Wang Liping (Kedubes RRT Jakarta), Lie Qing Kui (Komisaris Utama China Huadian Engineering Co.LTD), Jiang Fang Suai (Direktur Huadian China Engineering) dan para mitra investor lainnya dari Singapura dan Jakarta.
Ia menjelaskan, dengan kapasitas terpasang 850 MW ditambah pasokan dari tiga unit PLTU Celukan Bawang berkapasitas 3x142 MW yang sudah beroperasi menghasilkan listrilk dan rencana pembangunan dua unit generator lagi berkapasitas 300 MW sehingga total kapasitas listrik Bali sekitar 1500 MW.
"Total kapasitas terpasang sebanyak 1500 MW memenuhi kebutuhan sekarang, namun perlu tambahan 1500 MW untuk sepeuluh tahun ke depan yang memerlukan 3000 MW, sehingga kegiatan pembangunan terutama sektor pariwisata tidak lagi terkendala masalah listrik," ujarnya.
Ia menjelaskan, Pemerintah Provinsi Bali bertekad mencapai target kemandirian energi listrik sehingga tidak perlu lagi tergantung dari pasokan luar provinsi bahkan berobsesi bisa memasok listrik ke provinsi tetangga, karena itu seluruh investor kelistrikan yang berminat silahkan datang ke Bali untuk membangun PLTU termasuk menggantikan PLTU lama berbahan bakar solar yang tidak efektif.
"Pemprov Bali terbuka menerima investor bukan hanya bidang kelistrikan saja, tetapi juga bidang lain seperti transportasi (jalan tol) untuk menghubungkan Bali Timur dengan Barat, Utara dan Selatan. Selain itu juga dibutuhkan investor kepariwisataan , Bandara Buleleng dan infrastruktur lainnya asalkan memenuhi persyaratan yaitu sesuai dengan peraturan dan menghargai seni budaya Bali," ujarnya.
Ia menjelaskan, sebagai daerah pariwisata terkenal di dunia, Bali dalam pembangunannya menggunakan energi baru dan terbarukan untuk mewujudkan lingkungan provinsi yang bersih dan hijau (clean dand green province).
"Kami salut kepada investor PLTU Celukan Bawang meski bahan bakar generatornya batubara tetapi dampak lingkungannya sangat kecil sekali sehingga lingkungan pabrik tetap bersih dan hijau," ujarnya.
Ia mengemukakan akan menindaklanjuti pembangunan Pusat Kajian Energi Baru dan Terbarukan bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga lingkungan alam Bali yang menjadi modal pariwisata harus tetap bersih dan hijau.
Lie Qing Kui, Komisaris Utama China Huadian Engineering sebagai salah satu investor PLTU Celukan Bawang menyatakan berkomitmen melaksanakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitarnya.
"Perusahaan kami China Huadian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternama di Tiongkok dan masuk ranking 385 dari 500 perusahaan top di dunia dengan jumlah aset 745 Miliar Yuan dan hingga 2015 memiliki daya listrik terpasang 125 juta KW," ujarnya.
Wang Zhihao, Deputy General Manager Engineering China Huadian Engineering Co.LTD menjelaskan, PLTU Celukan Bawang dibangun di atas lahan 80 hektar, namun baru 60 hektar lahan yang bisa dibebaskan sehingga nantinya lokasi PLTU ini bukan hanya bersih dan luas, tetapi unsur material bangunan yang dipasang juga tertata rapi, menyatu dalam seni arsitektur mengagumkan sehingga kelihatan menarik, apalagi berhadapan langsung dengan laut lepas (pelabuhan).
Selain itu, yang menarik adalah bangunan pabrik yang sedemikian tinggi dan lebar tidak dilakukan finishing, pengecatan atau penghalusan, tetapi sudah langsung kelihatan halus, bersih dan rapi karena sentuhan teknologi tinggi, sedangkan lingkungan sekeliling pabrik lebih mirip objek pariwisata yang bersih dan asri.
Total tenaga kerja yang dilibatkan dalam pembangunan PLTU ini mencapai 1.500 orang, namun setelah beroperasi penuh memerlukan tenaga kerja 500 orang untuk mengeoperasikan mesin dan perawatan yang didominasi tenaga-tenaga ahli Tiongkok.
"Alih teknologi dilakukan secara bertahap, minimal lima tahun ke depan 70 persen tenaga operator dikerjakan masyarakat Bali atau Indonesia, sedangkan sekarang 20 sampai 30 persen sudah dikerjakan bangsa Indonesia karena teknologinya tinggi, sehingga alih teknologi perlu bertahap," demikian Wang Zhihao. (APP)