Denpasar (Antara Bali) - Kuasa hukum termohon dari Polda Bali, menolak seluruh keterangan saksi ahli hukum pidana Prof Tommy Sihotang, dalam sidang yang mengagendakan jawaban praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar, Rabu.
"Saksi ahli hukum pidana itu memberikan keterangan tidak benar, tidak mampu memberikan pendapatnya dan membingungkan," kata Tim Bidang Hukum Polda Bali, I Made Parwata, dalam sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Achmed Peten Sili, di Denpasar.
Ia menegaskan keterangan saksi ahli yang berpendapat bahwa dalam proses penyidikan penyidik harus memenuhi semua unsur alat bukti sesuai Pasal 184 Ayat 1 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Meskipun sudah dibantu pemohon praperadilan (Margrit) terkait alat bukti dalam proses penyidikan, ahli hukum tetap berpendapat bahwa alat bukti petunjuk dapat diperoleh penyidik sehingga pendapat itu sudah bertentangan dengan KUHAP dan praktek persidangan, karena keterangan terdakwa dan bukti petunjuk hanya dapat diperoleh dari hasil persidangan di pengadilan nanti.
Selain itu, saksi ahli dalam sidang sebelumnya menegaskan keterangan saksi ahli tidak dapat diperlukan, kecuali penyidik telah putusasa karena tidak dapat alat bukti lain.
"Untuk itu kami berpendapat keterangan ahli hukum pidana itu sangat tidak relevan atau ngawur yang tidak berdasarkan hukum, dan menunjuKkan bahwa ahli yang diajukan pemohon tidak memiliki kompetesi dibidangnya," ujarnya.
Berdasarkan keterangan itu, termohon menolak seluruhnya keterangan dari saksi ahli hukum pidana yang diajukan pemohon tersebut karena tidak berdasarkan hukum dan pendapatnya bertentangan KUHAP.
"Oleh sebab itu, sudah sepantasnya hakim menolak seluruh keterangan dan pendapat ahli pidana itu," ujarnya.
Pihaknya juga menolak seluruh dalil-dalil permohonan pemohon yang mengajukan 18 bukti surat dalam persidangan praperadilan itu hanya berupa foto copi dan "print out" dari media sosial yang hanya dilegalisir.
"Kami yang mengajukan 47 bukti surat dalam persidangan pada 28 Juli 2015 itu mengharapkan hakim tunggal sudah sepantasnya menolak praperadilan itu," ujarnya.
Pihaknya juga menolak semua keterangan saksi dari ahli hukum pidana atau acara pidana, Prof Tommy Sihotang yang diajukan pemohon di depan persidangan tidak memahami hukum acara pidana yang diperlukan keteranganya sesuai dengan keahliannya khususnya Pasal 1 butir 14 tentang pengertian tersangka.
Selain itu, ia menyatakan tindakan termohon (polisi) yang menetapkan tersangka, Margrit yang dituduh melakukan tindakan penganiayaan yang mengakibatkan anak tewas atau meninggal sesuai pasal yang berlaku.
Pasal yang bersesuaian itu yakni Pasal 340 KUHP dalam dakwaan primer, Pasal 338 KUHP (subsider), Pasal 353 Ayat 3 (lebih subsider), Pasal 351 Ayat 3 KUHP (lebih lebih subsider), atau Pasal 76 c jo 80 Ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak. (WDY)