Samarinda (Antara Bali) - Fosil ulin sepanjang 25,8 meter yang ditemukan di desa Purwajaya, Kabupaten Kutai Kartanegara, bisa menjadi fosil ulin terpanjang di dunia, kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Kalimantan Timur, Fajar.
"Fosil ulin yang ditemukan di Desa Purwajaya, Kecamatan Loa Janan, melebihi ukuran fosil ulin di Amphoe Ban Tak City Thailand yang hanya 20 meter dan saat ini tercatat terpanjang di dunia," ungkap Fajar, saat memaparkan telaahan geologis, pada pertemuan yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara, Minggu.
"Fosil ulin sepanjang 25,8 meter itu merupakan temuan langka yang berpotensi menjadi obyek wisata berkelas dunia," katanya.
Fosil ulin Purwajaya tersebut lanjut Fajar, berasal dari proses alam lima sampai 12 juta tahun. "Selain unik, temuan fosil ulin ini dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran kebumian dan pengembangan desa wisata," ujar Fajar.
Sementara, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda Made Kusumajaya, saat memaparkan tentang ketentuan benda cagar budaya sesuai Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mengatakan, fosil ulin di Purwajaya bisa ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
"Tidak semua temuan masa lampau adalah benda cagar budaya tetapi akan dipilah dan karena keunikannya, termasuk fosil ulin ini menjadikannya sebagai benda cagar budaya yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh bupati untuk skala kabupaten," ujar Kusumajaya.
"Karena keunikannya, fosil ulin tersebut akan diusulkan menjadi cagar budaya nasional bila hanya terdapat di lokasi tersebut," katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa benda cagar budaya tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan sekitarnya karena merupakan satu kesatuan proses keterjadiannya.
Sementara, Kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara Sri Wahyuni mengatakan, akan melakukan pemetaan potensi wisata desa lebih lanjut, untuk menyokong pengembangan obyek wisata fosil ulin, yang akan dijadikan destinasi wisata.
"Saya berharap, masyarakat setempat ikut merasa memiliki dan dapat mengambil manfaat sosial dan ekonomi dari pengembangan obyek wisata fosil ulin yang berpotensi berkelas dunia, karena mengalahkan ukuran fosil ulin yang ada di Thailand," kata Sri Wahyuni.
Camat Loa Janan, Mastukah meminta dukungan kepada semua pihak untuk terus berkoordinasi dan bekerjasama dalam melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap fosil ulin tersebut. "Kami tidak akan ragu menentang keras pihak-pihak yang berupaya melakukan pemindahan fosil ulin dari Desa Purwajaya," tegas Mastukah. (WDY)