Denpasar (Antara Bali) - Tokoh spiritual Bali Brahmana Guna Avatara Dasa mengatakan kawasan wisata Garuda Wisnu Kencana perlu pematangan konsep sesuai kepercayaan dan budaya setempat, sehingga perlu kajian mendalam karena sejak 16 tahun belum mampu terwujud patung GWK secara sempurna.
"Saya melihat dari sisi spiritual, bahwa dari letak saja patung itu sesuai dengan konsep ajaran Hindu sudah salah. Mengapa salah GWK itu? karena semestinya Dewa Wisnu ditempatkan arah mata angin utara, bukan di selatan seperti konsep yang dibuat sekarang," katanya di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan pemasangan atau penempatan patung para dewa di Bali harus sesuai dengan konsep Hindu, namun melihat pemasangan patung GWK tersebut telah menyalahi penempatan, makanya akan sulit mampu terwujud, bahkan akan terus terjadi konflik.
"Bayangkan sejak 16 tahun sudah dirancang berdirinya patung dewa tertinggi di dunia sebagai ikon pariwisata Bali, namun kenyataannya sampai sekarang terus ada permasalahan di kawasan GWK. Bahkan kepala negara atau Presiden RI sempat mengatakan akan selesai tahun 2015, tapi kenyataannya malah konsep awal itu semakin tidak jelas dengan datangnya investor baru PT Alam Sutera Realty Tbk," katanya.
Brahmana Guna mengatakan kejadian pembangunan di Bali kalau tidak sesuai dengan konsep budaya dan kepercayaan setempat sering sekali mengalami ketidak harmonisan, terlebih membangun patung para dewa. Hal itu harus sesuai dengan penempatan arah mata angin.
"Di kawasan GWK sekarang semestinya yang cocok di pasang adalah patung Dewa Brahma, karena arah mata angin di selatan. Tapi keinginan investor justru Dewa Wisnu, makanya patung tersebut itu tidak kunjung selesai. Itu bisa dipercaya ada tidak," ucapnya.
Hal senada juga dikatakan tokoh spiritual yang juga pinisepuh Perguruan Beladiri Sandi Murthi Indonesia, Gusti Ngurah Harta, bahwa sosok patung yang ada di area Garuda Wisnu Kencana bukanlah sosok Dewa Wisnu.
"Menurut saya, patung yang ada di GWK ini bukan sosok Dewa Wisnu, tapi lebih tepat merupakan sosok dari Airlangga. Ini harus diluruskan," ujarnya.
Menurut dia, jika tidak diluruskan maka nanti ada suatu persepsi keliru dalam memberi nama sebuah patung tersebut jika kelak berdiri.
"Sebuah patung harus memiliki nama yang jelas. Jika itu mengambil tema pewayangan atau para dewa, maka penempatan patung harus tepat mengacu pada budaya dan kepercayaan setempat (Hindu Bali). Biar ngak nanti jadi objek wisata keliru. Saran ini untuk kita semua, karena tanah Bali memiliki vibrasi dan kharisma (taksu) sangat berbeda dengan daerah lain," katanya. (WDY)