Denpasar (Antara Bali) - Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Njoman Gede Suweta mendesak pemerintah untuk memfasilitasi terjadinya konflik pengelola kawasan wisata Garuda Wisnu Kencana dengan Plaza Amata.
"Pemerintah harus bisa menyelesaikan konflik PT Alam Sutera Realty (ASR) selaku pengelola kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) dengan Plaza Amata. Jika berlarut-larut konflik ini terjadi, pasti berpengaruh terhadap citra pariwisata Pulau Dewata," katanya di Denpasar, Minggu.
Ia mengharapkan pemerintah harus segera menyelesaikan konflik tersebut, dan memang kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat.
"Terjadinya konflik di GWK saat ini harus kembali melihat konsep awal dibangunnya kawasan wisata monomental GWK. GWK itu dibangun oleh yayasan dibuat pemerintah yang bertujuan membangun ikon objek wisata baru," ucap mantan Wakapolda Bali itu.
Menurut dia, adanya konflik saat ini adalah dipicu oleh kemelencengan pembangunan di kawasan tersebut. Ide awal adalah membangun patung GWK. Namun sudah belasan tahun ternyata belum juga berdiri patung GWK seutuhnya.
"Ini juga menjadi awal pemicu konflik. Ditambah lagi pemerintah menjual saham dan menyerahkan pengelolaan kepada pihak lain (swasta). Apalagi antara pengelola baru dengan yang lainnya tidak sinkron saat menerima isi perjanjiannya dengan pihak pengelola lama. Maka terjadilah konflik seperti yang terjadi antara ASR dengan Plaza Amata," ujar Suweta yang juga politikus PAN.
Ia menegaskan kepada pemerintah agar melakukan mediasi terhadap konflik antara ASR dengan Plaza Amata. Dan mediasi itu supaya menyelesaikan masalah itu secara tuntas.
"Jangan hanya damai-damai di permukaan saja, terus ke depannya ada konflik lagi. Hanya pemerintahlah yang bisa membuat kebijakan dan keputusan. Kalau masih tetap saja dari ASR ngotot tidak mau berdamai, maka pemerintah harus bisa mencari pengelola baru yang mampu berdamai di Bali. Kita tahu dalam Sapta Pesona adalah yang paling utama aspek keamanan. Karena itu siapa pun berinvestasi di sektor pariwisata harus memperhatikan Sapta Pesona itu," katanya.
Suweta juga menceritakan sewaktu masih menjabat Wakapolda Bali mendapat pengaduan dari GWK sekitar 14 laporan. Tetapi pihaknya menyarankan semuanya berdamai. Saat itu semua mencabut laporannya.
"Waktu itu semua laporannya saya bekukan, dan saya menyarankan yang berkonflik agar berdamai. Waktu itu semua menuruti saran dan mau berdamai. Mengapa justeru dengan adanya pengelola baru sekarang kembali mencuat konflik. Inilah tanggung jawab pemerintah untuk menyelesaikan," ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Pemilik Toko Plaza Amata (PPTPA) Hendra Dinata mengatakan pihaknya tetap mengedepankan kedamaian dan tidak ingin berkonflik dengan ASR.
"Tuntutan kami sederhana saja kepada pihak ASR. Karena sejak awal di buka kawasan GWK tidak ada masalah dengan pengelola sebelumnya. Karena keberadaan Plaza Amata merupakan satu kesatuan dari kawasan objek wisata monomental itu. Tolong akses jalan, fasilitas umum dan fasilitas sosial tidak dihambat. Dan jangan melakukan intimidasi kami. Kalau itu terus dilakukan sama saja agar kami mati pelan-pelan," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta berjanji akan melakukan mediasi dengan PT ASR dengan Plaza Amata, bahkan akan rencananya mempertemukan pada Rabu (17/6) di Kantor Gubernur Bali.
Bahkan, Wakil Gubernur Bali juga sudah memerintahkan Kepala Dinas Pariwisata menyurati untuk bisa bertemu bagi pengusaha yang ada di kawasan GWK dalam menyelesaikan konflik yang telah terjadi sejak dua tahun lalu. (WDY)