Pasuruan (Antara Bali) - Kementerian Sosial mengupayakan anak-anak yatim
piatu yang tinggal di pondok pesantren maupun panti asuhan bisa
mendapatkan akta kelahiran dengan mudah agar status mereka bisa
dilegalkan menjadi anak yang diakui negara.
"Baru 40 juta anak Indonesia yang memiliki akta kelahiran dan
pemberian akta sebagai salah satu yang diusulkan Kemensos atau setara
dengan 50 persen dari 83 juta anak Indonesia yang memiliki akta
kelahiran," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa ketika
berkunjung di Pondok Pesantren Metal Moeslim Al-Hidayat Pasuruan, Jawa
Timur, Minggu.
Ia mengatakan pondok pesantren atau panti asuhan tidak harus
menunggu status menjadi Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), karena
pihaknya menyiapkan draf Peraturan Presiden (Perpres) dan Surat
Keputusan Bersama (SKB) dan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum agar
dapat melegalkan status anak tersebut dengan mendapatkan akta kelahiran.
"Saat ini banyak anak yang terlahir tidak diinginkan, sehingga oleh
orang tuanya ditelantarkan. Akibatnya mereka tidak mendapatkan hak
dasar dan tidak mendapat perlindungan. Padahal hal tersebut diatur
berdasarkan hukum yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak tentang
kewajiban pertama dalam melindungi anak adalah orang tua, jika anak
tersebut ditelantarkan maka akan dikenakan hukuman pidana bisa penjara
atau denda," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan jika anak-anak yang diasuh di panti
asuhan maupun pondok pesantren ingin mendapatkan status sebagai anak
negara, maka peraturannya mereka harus mendapatkan keputusan pengadilan
dengan proses yang panjang karena melalui beberapa tahapan.
"Untuk mendapatkan status legal, mereka ini harus mendapatkan
keputusan pengadilan dengan proses yang memakan waktu karena harus
menunggu keputusan pengadilan. Sehingga solusinya, kami sekarang masih
fokus untuk menyiapkan draf Surat Keputusan Bersama (SKB) kepada
Kementerian Hukum dan HAM agar cukup dengan menggunakan notaris yang
memberikan keterangan untuk melegalkan anak negara itu," paparnya.
Ia mengatakan, ada sekitar 4,1 juta anak Indonesia telantar, yang
terdiri dari 5.900 anak jadi korban perdagangan manusia, 3.600 anak
bermasalah dengan hukum, 1,2 juta balita telantar dan 34.000 anak
jalanan yang dirawat di pondok pesantren, panti asuhan, Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), maupun Rumah Perlindungan Sosial Anak
(RSPA).
"Melihat jumlah anak Indonesia yang telantar sangat banyak, maka
kami memiliki solusi dengan program kartu sakti, yaitu Kartu Indonesia
Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera
yang memiliki kegunaan yang berbeda-beda," ujarnya.
Menurutnya, tiga jenis kartu sakti ini memiliki kegunaan yang
berbeda, yaitu KIP untuk membantu masyarakat agar bisa mengenyam
pendidikan selama 12 tahun atau minimal lulus SMA, KIS adalah program
jaminan sosial yang berguna membantu kesehatan masyarakat kelas ekonomi
ke bawah, sedangkan KKS untuk membantu asupan gizi ibu hamil dan bayi
yang dikandungnya, serta membantu proses ketika persalinan.
"Saya meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang berkoordinasi
dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk serius menangani Kartu Sakti
tersebut karena dari 11,5 juta anak-anak yang menjadi target penerima
manfaat program KIP hanya 6,3 juta yang terserap," katanya.
Ia menambahkan Besaran Bantuan Siswa Miskin (BSM) untuk SD/MI
adalah Rp450 ribu per siswa per tahun. Sedangkan, BSM untuk SMP/MTs
sebesar Rp750 ribu per siswa per tahun. Untuk jenjang SMA/SMK/MA, BSM
sebesar Rp1 juta per siswa per tahun. (WDY)
Mensos Upayakan Anak Panti Dapatkan Akta Kelahiran
Senin, 6 Juli 2015 10:18 WIB