Kuta 3/10 (Antara Bali) - Falun Dafa, sebuah aliran yang menerapkan pengolahan ganda jiwa dan raga yang keberadaannya dilarang pemerintah China, unjuk kekuatan melalui penampilan marching band pada pawai penutupan Kuta Karnival melintasi sejumlah jalan di Kuta-Legian, Bali, Minggu sore.
Barisan peserta marching band "Falun Dafa's Good" dari kalangan anak-anak hingga orang tua itu tidak hanya unjuk kebolehan memainkan sejumlah alat musik, tetapi juga menampilkan peserta dengan jumlah terbanyak, yakni mencapai 133 orang.
Dari sekitar 25 kelompok peserta pawai Kuta Karnival yang menempuh perjalanan sekitar tiga kilometer dari Jalan Raya Pantai Kuta, Jalan Melasti, Legian-Kuta, Monumen Bom Bali dan kembali ke pantai tersebut, barisan Falun Dafa menjadi yang terpanjang dan terlihat meriah.
Dengan seragam kaos tangan panjang berwarna biru dan celana/rok berwarna putih, kelompok Falun Dafa atau juga biasa disebut Falun Gong itu, menampilkan beberapa barisan regu anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua, dengan beberapa grup untuk masing-masing jenis alat musik.
"Kami tampil dengan kekuatan penuh mencapai 133 orang dengan menampilkan kebolehan memainkan aneka alat musik dalam grup marching band," ujar Gede Nik Sukarata, peserta yang memainkan alat musik bass dram.
Barisan Falun Dafa berada di pertengahan peserta pawai, tak jauh dari kelompok perwakilan beberapa negara yang terlihat mengibarkan bendera kebangsaan masing-masing, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Pawai itu diawali penampilan dua gajah betina bernama Murni dan Selvi dari Bali Safari & Marine Park (BSMP) yang berjalan menyusuri badan jalan aspal yang terasa masih cukup panas.
Perjalanan kedua gajah yang dilengkapi pakaian yang biasa ditampilkan saat mementaskan lakon Bali Agung di Bali Theatre, kompleks BSMP Gianyar itu, sempat diiistirahatkan sejenak di halaman sebuah rumah di Jalan Melasti, sambil menunggu kelompok pawai di belakangnya yang tertinggal jauh.
Penampilan langka gajah dikawal di jalan beraspal di tengah keramaian wisatawan asing maupun domestik dan warga sekitar itu, sempat mengundang gelak tawa dan gemuruh sambutan penonton, yakni saat seekor di antaranya kencing dan mengeluarkan kotoran.
Saat gajah kencing itu membuat suasana menjadi ramai dengan aneka celoteh pengunjung, karena air seni keluar bagai gerojokan air hujan pada talang rumah, dan berlangsung cukup lama. "Berapa ember itu," komentar seorang penonton.
Demikian pula saat seekor gajah tersebut mengeluarkan kotoran, yang proses jatuhnya ke aspal terdengar cukup keras bagai dilempar dan berlangsung beberapa kali "lemparan". "Minggir....," teriak seorang pengunjung yang khawatir terkena cipratan kotoran yang mirip kotoran sapi tersebut.
Pawai budaya Kuta Karnival itu baru pertama ditampilkan secara bertahap, yakni sekelompok rombongan peserta, kemudian deretan antrean kemacetan kendaraan dan kembali ditampilkan kelompok pawai berikutnya.(*/T007)