Jakarta (Antara Bali) - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mengaku industri baja nasional dalam kondisi tertekan, di mana harga komoditas tengah turun tajam saat ini, seperti harga minyak dunia yang juga mengalami penurunan.
"Industri baja hari ini masih tertekan, bisa dilihat dari harga minyak dunia yang turun. Minyak adalah salah satu komoditas, sama dengan baja. Jadi harganya juga turun," ujar Ketua IISIA Irvan Kamal Hakim di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, Irvan menemui Menteri Perindustrian Saleh Husin untuk meminta beberapa kebijakan agar bisa mendongkrak industri baja nasional dalam menghadapi tantangan tersebut.
Irvan mengatakan, IISIA minta agar pemerintah terus menggalakkan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2009 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang dan Jasa.
Menurut Irvan, hal tersebut penting untuk mengamankan pasar dalam negeri dari produk-produk asing, terutama dalam hal penggunaan baja nasional.
Kemudian, lanjut Irvan, terkait isu tingginya harga gas di dalam negeri masih menjadi keluhan industri baja nasional, karena harga energi yang pasalnya turun di negara-negara lain, tidak diikuti dengan penurunan harga gas di Indonesia.
"Harga gas alam di Bloomberg itu 2,8 dolar AS per mmBtu. Di Malaysia, gas yang dijual ke industri itu maksimum 4 dolar AS per mmBTu. Namun, di Indonesia, industri harus membayar 7 dolar AS hingga 9,3 dolar AS per mmBtu," ujar Irvan.
Dengan kondisi demikian, tambah Irvan, daya saing industri baja dalam negeri menjadi kehilangan daya saing.
Terlebih, lanjutnya, harga baja sejak 2008 mengalami penurunan yang dirasakan tajam pada 2008 dan pada awal 2014, di mana harga baja mencapai 1.130 dolar AS per ton pada 2008, turun lebih dari 50 persennya pada awal 2015.
Irvan mengatakan, dalam hal ini, internal industri baja melakukan penghematan biaya di semua lini, namun hal tersebut masih belum cukup, sehingga dibutuhkan upaya dari pemerintah untuk mengatasinya. (WDY)