Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyatakan akan menuruti hasil rekomendasi dari Panitia Khusus UU Desa DPRD provinsi setempat yang dijadwalkan diputuskan pada 9 Januari 2015.
"Apapun yang menjadi rekomendasinya pasti saya turuti," katanya pada rapat gabungan pembahasan implementasi UU Desa, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, memang tidak mudah untuk memutuskan apakah akan memilih desa adat ataukah desa dinas untuk didaftarkan ke Kementerian Dalam Negeri terkait penerapan UU No 6 Tahun 2014 tentang UU Desa. "Banyak hal yang harus dipertimbangkan, apapun rekomendasinya," ujarnya.
Pastika mencontohkan, kalau dipilih desa adat pun jika dilihat pengaturannya di UU Desa tersebut itu sebenarnya mengacu pada desa adat di luar Bali yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Desa pakraman di Bali, ucap dia, tidak persis sama dengan desa adat. Desa pakraman itu warganya beragama Hindu Bali. Misalkan saja untuk urusan penguburan, warga desa pakraman yang meninggal tidak boleh dikubur di luar wilayah desa pakraman. Di sisi lain, masih banyak berbagai permasalahan mendasar dan strategis yang mesti dijadikan pertimbangan.
Meskipun demikian, Pastika mengatakan secara implisit perwakilan bupati/wali kota yang hadir dalam rapat tersebut ingin mendaftarkan desa dinas atau seperti apa yang ada sekarang artinya yang sudah terdaftar itu.
"Memang tidak ada yang mengatakan akan mendaftarkan desa dinas, tetapi secara implisit itu akan kelihatannya seperti itu. Karena akan banyak sekali masalah kalau didaftarkan desa pakraman," ucapnya.
Mantan Kapolda Bali itu mengatakan apapun yang menjadi pilihan nantinya itu bukan karena urusan uang, namun yang utama urusan rohnya Bali.
Sementara itu, Nyoman Sugawa Korry dari Pansus UU Desa DPRD Provinsi Bali mengatakan yang akan direkomendasikan nanti tentu yang paling baik bagi Bali, di tengah berbagai perbedaan pandangan dari pemerintah kabupaten/kota.
Pada rapat tersebut, para bupati diberikan kesempatan oleh Gubernur Bali untuk menyampaikan pandangannya terkait penerapan UU Desa itu.
Bupati Badung AA Gede Agung misalnya menyampaikan sesungguhnya keberadaan antara desa adat dan desa dinas di Bali selama ini sudah harmonis. Ia juga mengemukakan di daerahnya ada sekitar sembilan tipologi kaitan desa dinas dan desa pakramannya.
"Bila desa pakraman diformalkan dalam hukum nasional, akan ada permasalahan serius seperti perubahan peta wilayah karena beberapa desa pakraman yang wilayahnya ada di Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar," ucapnya.
Di sisi lain, Wakil Bupati Jembrana Kembang Hartawan mengatakan di daerahnya yang paling heterogen jenis warganya di desa pakraman, karena tidak semuanya beragama Hindu. Ada yang satu desa 100 persen Muslim, ada juga beberapa desa yang warganya setengah Muslim dan Hindu, dan ada juga yang 100 persen Hindu. Pihaknya akan memilih untuk mendaftarkan mayoritas desa pakraman dan sebagian kecil desa dinas.
Demikian juga dengan Wakil Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jayanegara mengatakan di daerahnya ada Sabha Upadesa yang sudah beberapa kali menggelar pertemuan untuk membahas hal tersebut. Jika memilih desa adat pun banyak permasalahan yang harus dikaji.
Sementara itu Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan lebih memilih untuk mendaftarkan sesuai kondisi sekarang, sedangkan untuk penguatan adat dapat dibuatkan dalam APBD Desa.
Bupati lainnya juga menyampaikan pandangan terkait implementasi UU Desa seperti Bupati Bangli I Made Gianyar, Bupati Gianyar AA Bharata, Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, Bupati Karangasem dan Wakil Bupati Tabanan Komang Gede Sanjaya.(MFD)