Denpasar (Antara Bali) - Direktur Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Provinsi Bali, I Putu Armaya mengatakan, pihaknya menerima banyak pengaduan tentang masalah menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM).
"Pengaduan itu akibat harga BBM di Bali berbeda jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia," kata I Putu Armaya di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan, masyarakat konsumen di Bali protes terbukti dengan banyaknya pengaduan ke YLPK setempat.
Harga BBM di Bali lebih mahal, masyarakat meniginkan segera revisi Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penurunan Harga BBM yang dilakukan pemerintah Jokowi- JK, yang berlaku awal tahun 2015.
Putu Armaya menambahkan, konsumen di Bali sebagian besar protes menanyakan dan mengadukan perbedaan harga yang terjadi di lapangan, puncak kekesalan konsumen itu terjadi 2 Januari 2015.
Pengaduan itu disampaikan melalui telpon dan media sosial yang dibuka secara online, dalam hitungan hari sudah mencapai ratusan konsumen mengadukan masalah itu.
Menurut Armaya persoalan itu sangat serius yang tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Pemerintah Jokowi JK, menurunkan harga premium Rp9.000 per liter menjadi Rp7.600 per liter dan solar turun Rp2.500 per liter menjadi Rp7.250 per liter berlaku mulai hari Kamis 1 Januari 2015.
Namun untuk harga di Bali berbeda, karena adanya peraturan daerah Nomor 1 tahun 2011 dari Pemmerintah Provinsi Bali, tentang pajak daerah, dan di pasal 37 dijelaskan besarnya pajak.
Pajak Bahan bakar Kendaraan bermotor sebesar 10 persen, makanya premium di Bali dibandrol Rp.7.950 per liter dan selisih lebih mahal sebesar Rp.350 perliter dibanding daerah lain yang dipungut hanya lima persen.
Sebagian besar konsumen menginginkan harga agar sama dengan daerah lain, mengingat harga BBM jenis premium tidak lagi disubsidi itu artinya jenis BBM masih akan gejolak naik turun menurut harga keekonomian dan akan mengikuti pasar.
Menurut Armaya kalau memang itu permintaan masyarakat konsumen di Bali seperti itu dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Pihak DPRD Bali dan Gubernur Bali, agar Perda tersebut segera direvisi.
Menurut Armaya perda tersebut perlu direvisi terutama pasal 37 yang menyatakan besaran pajak 10 persen untuk Pajak Bahan Bakar kendaraan bermotor (PBBKB) diusulkan menjadi lima persen agar sama dengan daerah lain.
Sekarang saja hampir 70 persen konsumen agar segera merevisi perda tersebut.
Berdasarkan data pengaduan ke YLPK Bali, dengan adanya penurunan harga ini pihak YLPK Bali mengusulkan kepada pertamina dan pengelola SPBU agar tidak lagi terjadi kelangkaan di lapangan.
Dilain pihak Bagian Hukum dan pengaduan YLPK Bali Benny Haryono.SH.,MH menyampaikan banyak SPBU di Bali yang sering tutup,dan tidak memberikan pelayanan maksimal dengan alasan BBM habis.
Selain itu juga sering ditemui keberadaan beberapa SPBU meteran sudah usang sehingga tidak terlihat dengan jelas oleh konsumen berapa nilai BBM yang dibeli pengaduan seperti ini sangat banyak masuk ke YLPK Bali masuk pelanggaran konsumen.
Hal tersebut bisa diberikan sanksi pidana konsumen lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar, sesuai Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen.
YLPK Bali tidak segan-segan akan melaporkan pihak Pengelola SPBU nakal, karena ini masuk ranah tindak pidana konsumen. (WDY)
YLPK Bali Terima Pengaduan Terkait Harga BBM
Senin, 5 Januari 2015 14:14 WIB