Jakarta (Antara Bali) - Pengamat ekonomi Denni Puspa Purbasari memerkirakan laju inflasi masih akan tinggi pada Januari dan Februari 2015, meskipun pemerintah telah menurunkan harga bahan bakar premium dan solar, masing-masing sebesar Rp900 dan Rp250.
Tingginya laju inflasi juga dipicu dari gangguan distribusi barang karena perkiraan musim hujan yang terus berlanjut, dan mengakibatkan banjir di beberapa lokasi, kata pengamat dari Universitas Gadjah Mada itu, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Denni mengatakan, selain mengganggu dari sisi distribusi, tingginya frekuensi hujan di awal tahun juga akan mengganggu produksi bahan-bahan makanan pokok, seperti cabai rawit dan cabai merah sehingga mengerek harga bahan makanan itu di pasaran.
"Jadi sisi supply dikhawatirkan terganggu, nah di sisi demand meskipun ada penurunan harga BBM, penyesuaian harga barang dan harga jasa transportasi tidak akan langsung serta merta," katanya.
Menurut data BPS, inflasi tahunan pada 2014, selain dipicu oleh harga bensin dan listrik juga disebabkan oleh tarif angkutan dalam kota dengan persentase 0,63 persen, cabai merah 0,43 persen, dan beras 0,38 persen.
Ketiga tarif tersebut, kata Denni, masih akan tinggi pada awal 2015 karena penurunan harga BBM tidak bisa serta merta mempengaruhi harga tarif jasa transportasi dan makanan pokok yang sudah terlanjur naik, akibat kenaikan BBM bersubsidi pada November lalu.
Denni enggan memerkirakan besaran inflasi Januari dan Februari 2014. Namun, menurut dia, meskipun tinggi, laju inflasi akan lebih rendah jika dibanding inflasi Desember 2014 yang sebesar 2,46 persen.
Seperti analisa Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi yang mencapai 2,46 persen pada Desember 2014, banyak dikarenakan kenaikan harga premium dan solar sebesar Rp2.000 sejak November lalu.
Adapun inflasi pada Januari 2013 tercatat sebesar 1,07 persen. Denni memperkirakan laju inflasi baru akan rendah pada Maret 2015 karena tertolong musim panen. (WDY)