Rencana pembangunan reklamasi di Teluk Benoa, Kabupaten Badung, Bali, masih menuai pro dan kontra di tengah masyarakat meski sudah ada Peraturan Presiden RI tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).
Salah satu poin terpenting dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita adalah mengubah peruntukan perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 hektare.
Aturan yang ditetapkan 30 Mei 2014 tersebut merevisi Perpres No. 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita yang memasukkan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan.
Aturan tersebut juga mengubah kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut, menjadi sebagian Pulau Serangan dan Pudut.
Dalam aturan tersebut juga menghapus besaran luas Taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam. Dalam aturan sebelumnya ditetapkan secara spesifik luas Taman Hutan Raya Ngurah Rai, yaitu seluas 1.375 hektare.
Anggota DPRD Provinsi Bali masih menunggu kajian dari akademis dan instansi terkait untuk rencana reklamasi teluk Benoa, Kabupaten Badung, karena rencana proyek tersebut saat ini menimbulkan pro dan kontra.
"Soal rencana reklamasi teluk Benoa yang berada di sebelah timur jalan tol di atas perairan tersebut masih menunggu kajian akademis. Kami tidak berani bersikap dan memberikan kesimpulan untuk menolak maupun mendukung," kata anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali Nyoman Suyasa, baru-baru ini.
Ia mengatakan bahwa pihaknya untuk menyikapi permasalahan tersebut harus ada kajian. Tanpa berdasar, dia tidak berani berkomentar lebih lanjut. Namun, pada akhirnya dewan pasti akan memberi statemen terhadap masalah itu.
"Kami harus mengkaji terlebih dahulu. Jangan buru-buru menolak proyek yang akan mereklamasi lahan yang mencapai 300 hektere," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihak eksekutif mesti menyerap aspirasi rakyat Bali dan menyikapi adanya aspirasi untuk mendukung dan penolakan dari komponen masyarakat Bali atas rencana reklamasi itu.
"Jangan sampai reklamasi itu dipaksakan karena lebih banyak merugikan masyarakat. Jangan berpikir reklamasi dan pembangunan sarana akomodasi pariwisata semata. Mari serap dan dengarkan aspirasi rakyat Bali dan mari bersama-sama berbesar hati. Hentikan saja rencana reklamasi itu karena lebih banyak merugikan masyarakat Bali," ucapnya.
Politikus asal Karangasem itu juga meminta segenap komponen masyarakat paham kepentingan-kepentingan pemodal besar di balik rencana reklamasi itu karena reklamasi laut hanya untuk kepentingan bisnis bukan pelestarian lingkungan.
"Kita memang harus berpikir dinamis, tetapi struktur lingkungan dan budaya Bali jangan berubah secara fundamental," kata politikus Partai Gerindra.
Suyasa mengatakan bahwa reklamasi itu akan berpengaruh negatif pada struktur sosial budaya. Perilaku manusia Bali akan berubah dan akan lebih berpacu dalam persaingan hidup yang makin tinggi.
Ia mencontohkan reklamasi Pulau Serangan di Kota Denpasar mengubah tatanan sosial budaya masyarakat di sana. Kriminalitas kian tinggi karena lokasi di sekitar tersebut tumbuh kafe-kafe remang yang mempekerjaan perempuan. Akibatnya, muncul kasus HIV/AIDS.
Secara fisik, reklamasi Pulau Serangan membuat pantai di Sanur, Padanggalak, maupun Pantai Lebih (Gianyar), terkena abrasi akibat perubahan arus laut.
"Jadi, jangan sampai kondisi serupa terjadi akibat reklamasi di Teluk Benoa. Selain itu, aktivitas perekonomian dan bisnis akan terkonsetrasi di Bali bagian selatan sehingga keseimbangan dan pemerataan ekonomi serta pembangunan tidak akan terwujud," katanya.
Sikap Masyarakat
Puluhan elemen masyarakat yang bergabung dalam Forum Rakyat Bali (For Bali) kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bali untuk penolakan reklamasi di kawasan Teluk Benoa, Kabupaten Badung, pada bulan Agustus lalu.
Mereka dengan berjalan kaki dari depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali menuju Kantor Gubernur Bali. Namun, karena dihadang petugas Satpol Pamong Praja dan aparat kepolisian, para pengunjuk rasa hanya bisa melakukan orasi di depan kantor setempat.
Koordinator aksi unjuk rasa, Wayan Gendo Suardana mengatakan bahwa terbitnya Perpres No. 51/2014 yang mengatur kawasan Sarbagita adalah tindakan yang merugikan masyarakat Bali dan justru memberi ruang untuk kepentingan investor membangun fasilitas pariwisata di kawasan itu.
"Kalau investor ingin menanamkan investasi di Bali dalam pengembangan wisata, tidak mesti harus dengan cara melakukan reklamasi di Teluk Benoa. Masih banyak lahan lain di Kabupaten Karangasem, Buleleng, dan Jembrana yang bisa dimanfaatkan," katanya dengan suara lantang.
Ia mengatakan bahwa Bali jangan dikorbankan dengan cara-cara picik oleh investor untuk mendapatkan lokasi dengan mudah dan strategis. Jika ingin mengembangkan pariwisata, semestinya mencari lahan yang tak produktif di kabupaten lain, bukan malah sebaliknya Teluk Benoa direklamasi.
"Pemerintah Bali harus berani menolak rencana Teluk Benoa tersebut. Arahkan investor untuk mengembangkan pariwisata ke kabupaten lain, seperti Kabupaten Karangasem, Buleleng, dan Jembrana," katanya.
Para demonstran pada kesempatan tersebut secara bergilir menyampaikan orasinya terkait dengan penolakan reklamasi di Teluk Benoa. Mereka menganggap reklamasi tersebut hanya akan menguntungkan investor, sedangkan masyarakat pesisir akan terancam dengan antaman ombak yang selama ini airnya di kawasan Teluk Benoa.
"Pemprov harus memikirkan dari semua aspek jika melakukan reklamasi. Oleh karena itu, kami mengajak semua masyarakat Pulau Dewata menolak rencana tersebut. Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada Pilpres 2014 harus berani bersikap tegas untuk tidak menjalan atau mencabut Pilpres No. 51/2014 itu," katanya.
Mereka juga menggelar teaterikal sebuah pementasan Kecak Bali, yang mengetengahkan kegundahan masyarakat setempat akan dampak dari reklamasi tersebut. Selain itu, sejumlah musisi lokal menyanyikan bertemakan "Penolakan Reklamasi Teluk Benoa".
Seusai melakukan aksi unjuk rasa For Bali kembali menuju halaman depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali dengan dikawal aparat kepolisian setempat.
Sementara itu, elemen masyarakat yang bergabung dalam Forum Bali Harmoni (FBH), Aksi Elemen Patra Bali, GASOS (Gerakan Solidaritas Sosial Bali), Asosiasi Sopir Pariwisata Bali, dan Forbara (Forum Relawan Bali Mandara) melakukan aksi mendukung Perpres No. 51/2014 dan proreklamasi Teluk Benoa.
Wayan Ranten dari Forum Bali Harmoni mengimbau pemerintah daerah dan DPRD Provinsi Bali untuk menyikapi Perpres No. 51/2014 dengan arif dan bijaksana.
"Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga sudah mengizinkan adanya reklamasi dengan adanya Perpres No. 51/2014. Artinya, kawasan Teluk Benoa ini bisa dimanfaatkan. Kami tidak ingin Pulau Bali ini mengecil akibat abrasi. Maka, perlu direklamasi untuk mencegah terjadinya abrasi," ujar Wayan Ranten.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Gasos Bali I Wayan Lanang Sudira juga menambahkan bahwa reklamasi itu akan membuka lapangan pekerjaan. "Yang pertama, reklamasi itu mampu membuka lapangan pekerjaan, masyarakat Bali tidak perlu bekerja di luar Bali atau luar negeri. Kami mendukung apa yang akan dilakukan pemerintah demi kebaikan Bali," katanya.
Ia juga sudah memastikan bahwa investor reklamasi Teluk Benoa akan memakai tenaga kerja orang Bali, tidak memakai tenaga orang asing. "Di sini kan banyak lulusan pariwisata. Mereka bisa bekerja di sana dan sebaliknya investor tidak perlu mengambil tenaga kerja luar negeri," ungkapnya
Pihaknya sangat setuju dengan adanya reklamasi tersebut karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Bali.
Selain itu, apabila reklamasi itu dilakukan, Teluk Benoa akan menjadi pusat kebudayaan, menjadi pusat wisata di daerah Bali. Selama ini, kata dia, Bali hidup dari pariwisata. Misalnya, pajak hotel dan restoran mampu meningkatkan pendapatan daerah Bali.
Seperti diketahui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan bahwa perubahan Perpres No. 45/2011 dikarenakan kondisi eksisting Kawasan Teluk Benoa sudah tidak seluruhnya memenuhi kriteria sebagai kawasan konservasi perairan karena telah terjadi perubahan fisik, antara lain jalan tol, jaringan pipa migas, dan Pelabuhan Internasional Benoa
Selain itu, terjadinya pendangkalan, menjadi salah satu pertimbangan bahwa Kawasan Benoa tersebut tidak lagi tepat untuk dikatakan sebagai kawasan konservasi. Keberadaan jalan tol layang di atas kawasan pantai telah mengubah dinamika ekosistem pantai di Kawasan Teluk Benoa sehingga diperlukan penyesuaian peruntukan ruang.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Aksi Parade Budaya dan Tanam Mangrove untuk Revitalisasi (Reklamasi) Teluk Benoa I Gusti Ngurah Agung Eka Darmadi di Tanjung Benoa, baru-baru ini, mengatakan bahwa penanaman pohon bakau tersebut bertujuan melestarikan tanaman tersebut dari gempuran sendimentasi dan abrasi gelombang laut.
"Kami terus berupaya melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman mangrove tersebut. Oleh karena itu, kami mendukung revitalisasi di kawasan Teluk Benoa tersebut," katanya.
L
Eka Darmadi mengakui di tengah masyarakat dalam upaya investor melakukan revitalisasi masih ada pro dan kontra terkait dengan rencana proyek revitalisasi kawasan tersebut.
Dikatakan masyarakat banyak yang belum memahami, lewat revitalisasi itu nantinya akan menjaga keberadaan hutan mangrove, menunjang pembangunan pariwisata kerakyatan dan berkelanjutan.
"Lewat parade budaya dan tanam mangrove ini, untuk mengakomodasi dukungan masyarakat Bali untuk revitalisasi Teluk Benoa," kata Eka Darmadi didampingi Wakil Ketua Kadek Agus Eka Nata.
Ia mengatakan bahwa aksi massa dilakukan spontanitas sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap kondisi Teluk Benoa, terutama di kawasan Telaga Waja, Tenggulung, Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, yang kondisi hutan mangrove tergerus oleh abrasi dan pencemaran sampah.
"Aksi yang kami lakukan hari ini bersama masyarakat itu memiliki makna dimensi hijau untuk masa depan Bali. Revitalisasi itu untuk melestarikan kawasan Teluk Benoa seluas 1.400 hektare," ucapnya.
Menurut dia, masyarakat perlu mengetahui batas-batasan mana wilayah yang bisa dimanfaatkan dan mana yang tidak boleh karena merupakan kawasan konservasi, seperti Taman Hutan Rakyat (Tahura).
Belum lagi, sejak dua tahun lalu berbagai upaya telah dilakukan untuk membersihkan kawasan itu dari berbagai sampah dan sedimentasi yang mengancam tumbuhnya hutan mangrove.
"Jadi, revitalisasi Teluk Benoa itu multidimensional, seperti pelestarian budaya, pelestarian mangrove. Ada sekitar empat jenis mangrove di kawasan itu yang akan dilestarikan," katanya.
Selain itu, kata Eka Darmadi, juga dilakukan normalisasi sirkulasi arus sampai Pelabuhan Benoa dan Pulau Serangan.
"Nanti hanya 28,5 persen saja yang direklamasi secara teknis untuk pembangunan fisik baru nanti revitalisasi itu masuk pariwisata
untuk menghidupkan kembali kejenuhan pariwisata Bali," katanya.
Bahkan, dia mengharapkan nanti kawasan yang telah direvitalisasi itu akan menjadi ikon kualitas pariwisata Bali. Dengan revitalisasi itu, akan dihidupkan kembali ekosistem, biota di Teluk Benoa, dan mereduksi semua bentuk pencemaran, seperti sampah yang relatif cukup merusak mengancam kelangsungan mangrove.
Dalam aksi itu, pihak Forum Bersama Kita Satu Bali (FBKSB) menyerahkan 2.000 pohon mangrove kepada Ketua Forum Peduli Mangrove Wayan Darmadi dan tokoh masyarakat Tanjung Benoa, kemudian pohon itu ditanam di wilayah perairan tersebut.
Ketut Sukada selaku Ketua Harian Forum Peduli Mangrove yang juga tokoh masyarakat Tanjung Benoa mengatakan bahwa pohon bakau memiliki banyak fungsi, seperti sebagai benteng terhadap ancaman bencana serta menjadi sumber oksigen yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk memelihara mangrove agar tetap bersih dan tumbuh dengan baik. Bagi kepentingan pariwisata, tentunya keberadaan mangrove akan menunjang sektor pariwisata karena lingkungan alam tetap terjaga dengan baik.
"Kami mengapresiasi upaya untuk menyelamatkan hutan mangrove agar tetap lestari, tumbuh dengan baik di sekitar muara sungai dan sekitarnya," ucap Sukada.
Sukada lebih lanjut mengatakan bahwa pihaknya mendukung revitalisasi Teluk Benoa karena diyakini akan bisa mengembalikan fungsi kawasan, utamanya hutan mangrove sebagai filter terhadap kotoran dan lainnya.
Selain itu, meskipun dilakukan revitalisasi, tetap akan memberikan jaminan adanya upaya konservasi kawasan mangrove.
"Masyarakat tentunya mendukung revitalisasi karena memberikan manfaat yang jelas, bukan hanya untuk menjaga lingkungan, melainkan juga untuk kepentingan pelestarian budaya dan ekonomi," katanya.
Kajian Para Ahli
Ahli geoteknik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof. Dr. Herman Wahyudi mengatakan bahwa reklamasi di Teluk Benoa, Bali, akan membawa dampak positif bagi perairan sekitarnya.
"Dalam pembangunan revitalisasi (reklamasi) sudah diperhitungkan dari berbagai aspek agar tidak sampai merugikan perairan di Bali, terlebih Teluk Benoa saat ini jika dibiarkan tidak dilakukan revitalisasi justru akan bertambah buruk, dimana sedimentasi terus menumpuk di kawasan tersebut," katanya pada seminar nasional bertema "Pro dan Kontra Revitalisasi Teluk Benoa" di Denpasar, Senin (8/12).
Dalam melakukan reklamasi, kata dia, sudah memperhitungkan dampak lain, termasuk tata letak dan bentuk pulau-pulau reklamasi agar tidak menyebabkan erosi dan sedimentasi baru.
"Salah satu pulau reklamasi direncanakan dalam bentuk timbunan revitalisasi yang cukup tinggi beserta fasilitas penunjangnya sebagai area tempat pelarian masyarakat mengindari gelombang tsunami," ucapnya.
Herman mengatakan bahwa keberadaan pohon mangrove selama ini adalah menjadi prioritas penyelamatan. Bahkan, jika sudah dilakukan reklamasi, akan ditambah penanamannya. Dari perencanaan bahwa reklamasi jarak dari hutan bakau sekitar 100 meter.
"Jadi, langkah reklamasi tersebut sana sekali tidak akan merusak kawasan mangrove yang ada selama ini, bahkan ke depannya ditambah lagi agar lebih banyak hutan bakau tersebut," katanya.
Dalam melakukan reklamasi yang direncanakan di Teluk Benoa, kata dia, perbaikan alur pelayaran di perbaiki dan pendalaman kolam pelabuhan akibat adanya pengerukan material di sekitar reklamasi tersebut.
"Pada air surut di kawasan Teluk Benoa, seperti sekarang, otomatis kapal maupun perahu tradisional (jukung) nelayan kandas. Akan tetapi, ke depannya dengan perbaikan alur itu, tidak akan membuat kesulitan keluar-masuknya perahu nelayan," ujarnya.
Menyingung aspek geoteknik, kata dia, di Teluk Benoa tanah dasar cukup baik dan stabil terhadap keberadaan timbunan reklamasi setinggi 7--8 meter dari dasar laut.
"Jadi, tidak ada alasan reklamasi tersebut akan berdampak buruk pada laut sekitarnya, terlebih yang akan direklamasi merupakan teluk. Karena kekhawatiran masyarakat itu, butuh informasi yang benar, bukan sebaliknya hanya memberikan pemahaman tanpa dasar kajian yang jelas," katanya.
Sementara itu, ahli pengelolaan pesisir dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Dietriech Geoffery Bengen mengatakan perairan Teluk Benoa, Bali, perlu dilakukan revitalisasi dalam mengamankan biota laut dan tanaman bakau.
"Keberadaan Teluk Benoa harus segera dilakukan revitalisasi dalam upaya menyelamatkan biota laut dan mangrove dari serbuan sampah dan pendangkalan (sentimentasi lumpur)," katanya pada seminar nasional bertema "Pro dan Kontra Revitalisasi Teluk Benoa" di Denpasar.
Ia berpendapat saat ini pemanfaatan Teluk Benoa yang luasnya mencapai 1.832 hektare sebagai kawasan pariwisata, permukiman nelayan, pelabuhan, TPI, penangkapan ikan, keramba, tambak, dan pembesaran kepiting.
"Karena terjadi pendangkalan dan abrasi tersebut, Pulau Pudut di kawasan itu juga terkikis dari luas awal sekitar 8 hektare menjadi 1,055 hektare. Langkah untuk menyelamatkan kawasan tersebut adalah dengan melakukan revitalisasi atau reklamasi," ucapnya.
Dengan melakukan revitalisasi tersebut, Dietriech berharap keterpaduan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi terbangun dalam kawasan tersebut.
"Kawasan yang rencananya direvitalisasi dengan luas optimal mencapai 700 hektare. Sebanyak 40 persen di antaranya akan digunakan ruang terbuka hijau, sedangkan 60 persen dimanfaatkan untuk pariwisata," katanya.
Menurut dia, revitalisasi ini urgen dilakukan di Teluk Benoa dalam langkah menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat ekologi serta sosial ekonomi.
"Kami berharap revitalisasi memberikan manfaat ekologi berupa pemulihan alur, pelimpasan air laut, dan penambahan areal terbuka hijau.
Bagi masyarakat dan pemerintah daerah akan memperoleh manfaat sosial budaya serta manfaat ekonomi.
"Dari segi budaya, melalui revitalisasi, Teluk Benoa akan tetap dipertahankan, sedangkan dari segi sosial nantinya memberi ruang kesempatan kerja untuk menampung tenaga kerja yang dapat mengurangi pengangguran di Bali dan Indonesia," katanya. (WDY)