Jakarta (Antara Bali) - Konglomerasi keuangan wajib melaporkan penerapan manajemen risiko dan tata kelola perusahaan terhitung mulai 2015 guna mengantisipasi eksposur risiko dari grup usaha yang dapat berdampak sistemik.
Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) baru yang dikeluarkan Rabu (19/11) dan mulai berlaku 1 Januari 2015. Dengan adanya POJK baru tersebut, konglomerasi keuangan harus memiliki standar pengawasan yang terintegrasi dan mencakup semua anggota usaha.
Dewan Komisioner Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan salah satu ketentuan dalam Peraturan itu adalah entitas induk usaha berkewajiban menunjuk Direktur untuk membidangi pengawasan terintegrasi.
Selain itu, kata Nelson, konglomerasi juga perlu membentuk komite manajemen risiko terintegrasi, dan satuan kerja untuk fungsi pengawasan.
"Entitas utama harus punya direksi yang mengatur pengawasan risiko secara terintegrasi," ucapnya.
Konglomerasi keuangan merupakan kelompok terdiri dari beberapa perusahaan jasa keuangan, yang dipimpin oleh entitas induk usaha. Terdapat juga dalam struktur konglomerasi yakni anak usaha perusahaan, dan perusahaan relasi.
Sedangkan OJK menitik-beratkan POJK Konglomerasi Keuangan pada manajemen risiko dan tata kelola perusahaan.
Nelson mengingatkan konglomerasi keuangan yang dipimpin oleh Bank Unit Kategori Usaha (BUKU) IV harus melaporkan penerapan peraturan konglomerasi ini pada Juli 2015 kepada Otoritas.
Sedangkan, untuk konglomerasi keuangan lainnya, kata dia, wajib melaporkan pada Desember 2015.
"Jika terlambat ada sanksi administratif yang akan diberikan," ungkapnya.
Otoritas merasa perlu mengatur secara lebih rinci mengenai konglomerasi keuangan ini. Pasalnya, dari identifikasi awal, terdapat 10 risiko konglomerasi keuangan yang meliputi delapan risiko perbankan, satu asurnasi dan satu risiko transaksi dalam grup.
Di Indonesia, terdapat 31 konglomerasi keuangan. Menurut catatan OJK, 31 konglomerasi keuangan tersebut menguasai hampir 70 persen total aset sektor keuangan di Indonesia.
"Maka dari itu dengan aset yang sangat besar di sektor keuangan, perlu diatur dan diawasi manajemen risiko serta tata kelolanya," ujarnya. (WDY)