Jakarta (Antara Bali) - Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Nasional (Detiknas) menilai kasus yang menimpa mantan Dirut Indosat Mega
Media (IM2) Indar Atmanto perlu dikaji ulang karena diduga terdapat
kesalahpahaman tentang penyalahgunaan jaringan frekuensi generasi ketiga
(3G).
"Definisi apa yang sesungguhnya dianggap merugikan negara harus
diubah. Yang bersangkutan (Indar Atmanto, red.) kan tidak memperkaya
diri dan merugikan negara," kata Ketua Pelaksana Detiknas Ilham A.
Habibie di Jakarta, Kamis (2/10).
Selama ini, katanya, kerja sama antara Indosat sebagai
penyelenggara jaringan telekomunikasi dengan IM2 sebagai penyelenggara
jasa telekomunikasi merupakan hal yang biasa dijalankan.
Selain itu, kerja sama tersebut dilindungi UU Telekomunikasi, yaitu
PP Nomor 52 tentang Penyelenggaraaan Telekomunikasi dan Keputusan
Menteri Nomor 21 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Ia mengatakan saat ini ada sekitar tiga ratus penyedia layanan jasa
internet di Indonesia yang menjalankan model bisnis layaknya IM2.
Ia khawatir nasibnya akan sama dengan kasus IM2 tersebut.
"Kerja sama model ini sekarang dianggap menyimpang dan diputuskan
bersalah, ini celaka," kata pria yang juga Ketua Perhimpunan Alumni
Jerman tersebut.
Ia mengatakan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring
juga telah menyatakan bahwa kerja sama penyelenggaraan internet antara
PT Indosat Tbk dan anak usahanya PT Indosat Mega Media telah sesuai
aturan.
"Ini mesti diluruskan karena mengancam masa depan industri dan tata kelola sektor telekomunikasi," katanya.
Kasus itu, bermula saat Indosat mendapat jatah jaringan frekuensi
3G. Indosat memasarkan frekuensi itu melalui anak usahanya IM2.
Kejaksaan menganggap kerja sama Indosat dengan IM2 menyalahi
aturan, karena IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita
jaringan pada frekuensi tersebut.
Kejaksaan menilai IM2 telah memanfaatkan jaringan frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah. (WDY)
Detiknas: Kasus IM2 Perlu Dikaji Ulang
Jumat, 3 Oktober 2014 7:40 WIB
Definisi apa yang sesungguhnya dianggap merugikan negara harus diubah...."