Denpasar (Antara Bali) - Petani Bali semakin menjerit menghadapi situasi iklim belakangan ini, di samping tanaman padi di persawahan mengalami kekeringan akibat tidak mendapatkan air irigasi karena musim kemarau, diperparah dengan serangan hama tikus.
"Tanaman padi yang baru berumur satu hingga dua bulan tumbuh kurang bagus karena kekurangan air, sekarang diserang tikus lagi, maka hasil panen dapat dipastikan akan berkurang," kata sejumlah petani di Kabupaten Gianyar, Kamis.
Ketut Reneng dari anggota salah satu subak di Gianyar menjelaskan, padi miliknya yang baru berumur dua bulan hampir 50 persen rusak akibar serangan hama tikus, dan kondisi yang sama juga dialami petani lainnya sehingga dikhawatirkan akan gagal panen.
Usaha pemberantasan hama tikus sudah dilaksanakan bersama warga petani lainnya dengan cara memasang makanan yang dibubuhi serbuk racun, tetapi makanan itu hilang tanpa ada tikus yang mati. "Saya heran tidak ada tikus yang mati," ujar Reneng.
Petani lainnya Sukerta menyebutkan, padi dari warga subak tetangganya di Kembangkuning pernah mengalami nasib serupa, kemudian petani beramai-ramai memburu tikus, maka ribuan binatang yang dijuluki "Jro Ketut" di Bali itu mati terbunuh.
Tetapi sial, pada musim tanam berikutnya sebagian besar tanaman padinya menghasilkan tidak seperti diharapkan atau rusak tanpa diketahui sebabnya. Oleh sebab itulah petani sekarang tidak berani melakukan pemberantasan secara intensif.
Kami warga subak di sini pasrah saja terhadap kondisi yang ada sekarang, tutur Sukerta dan Reneng meratapi nasib petani saat ini.
Di Denpasar misalnya ada ratusan hektare lahan sawah tidak digarap akibat tidak ada air irigasi karena kemarau panjang.
"Kami tidak mampu membajak tanah karena tidak ada air, sehingga lahan ini untuk sementara terlantar," ucap Made Landuh seorang petani di Denpasar sambil menunjukkan lahan pertaniannya kering dan sudah terbelah akibat tidak ada air.
Sementara itu, Bank Indonesia wilayah III Bali dan Nusa Tenggara melaporkan, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan II-2014 melambat dari satu persen menjadi 0,02 persen (y-0-y), sehingga sektor ini tidak memberikan andil dalam pertumbuhan ekonomi daerah ini.
Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian disebabkan subsektor tanaman bahan makanan yang tumbuh melambat dari 0,90 persen menjadi 5,09 persen (y-0-y) dan kondisi ini terjadi akibat cuaca disamping adanya pengalihan lahan cukup besar. (WDY)
Petani Bali Semakin Menjerit
Kamis, 25 September 2014 12:31 WIB