Jakarta (Antara Bali) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Hukum dan HAM Mualimin Abdi menyerahkan ke Mahkamah Konstitusi jika
ingin mempercepat putusan pengujian UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPRD, DPD (MD3) sebelum 1 Oktober 2014.
"Pemerintah
menyerahkan kepada mahkamah saja (mempercepat sidang), artinya kalau
mahkamah berpendapat UU tersebut strategis dan menyangkut hidup orang
banyak," kata Mualimin saat ditemui Antara usai sidang di MK Jakarta,
Kamis.
Namun, kata Mualimin, berbagai prosedur harus dipenuhi,
yakni keterangan presiden (pemerintah) dan DPR dalam menjawab permohonan
pengujian UU MD3 ini.
"Persidangan itu butuh waktu untuk
pemerintah dan DPR memberikan keterangan, sedangkan 1 Oktober DPR
dilantik dan sekarang sudah 16 September, jadi hanya kurang dua pekan,"
kata Mualimin.
Apalagi, lanjutnya, jika pemohon, pemerintah dan
DPR mengajukan ahli, maka tidak cukup waktu untuk mempercepat dan
memutus perkara ini sebelum 1 Oktober 2014.
"Kecuali mahkamah
mendorong secepatnya, seperti saat sidang pengujian UU terkait
penggunaan KTP dalam mengikuti pemilu," kata Mualimin.
Dia
menegaskan bahwa hanya MK yang bisa menilai dipercepat atau tidaknya
sidang tersebut dan pemerintah akan mengikuti keputusan tersebut.
"Bagi pemerintah, asal hal tersebut menjadi kebaikan bersama, kami akan mengikutinya," kata Mualimin.
Percepatan putusan pengujian UU MD3 ini diajukan oleh PDI Perjuangan, Koalisi Kepemimpinan perempuan dan DPD.
"Mohon
juga kiranya mahkamah memprioritaskan pemeriksaan permohonan. Kami
minta percepatan sidang," kata Kuasa Hukum PDIP Muhammad Andi Asrun saat
sidang pengujian UU MD3 di MK Jakarta, Rabu (10/9).
Asrun minta
percepatan sidang ini adanya kepentingan para pemohon dikaitkan dengan
agenda pelantikan anggota DPR pada 1 Oktober 2014 yang dilanjutkan
dengan pemilihan ketua DPR dan pimpinan alat-alat kelengkapan dewan.
"Kami berharap mahkamah dapat memberikan putusan a quo sebelum 1 Oktober 2014," kata Asrun.
PDIP
sebagai pemenang berkepentingan mengajukan UU MD3 ini karena berpotensi
gagal menduduki ketua DPR setelah dalam ketentuan ini ketua dewan
dipilih secara voting bukan lagi berdasarkan perolehan kursi.
Sedangkan Koalisi Kepemiminan Perempuan menilai UU MD3 ini jelas menghilangkan hak konstitusional perempuan.
Mereka
menilai DPR melalui UU MD3 ini jelas menghilangkan hak konstitusional
perempuan karena telah menghambat keterlibatan perempuan dalam bidang
pembangunan.
Sementara DPD meminta percepatan putusan pengujian UU MD3 karena anggotanya akan melakukan pergantian.
"Bantulah
kami agar Hakim MK untuk menuntaskan perkara ini sebelum 1 Oktober
mendatang, maka sangat mulia sekali apabila MK dapat memutuskan perkara
ini," kata Ketua Tim Litigasi DPD I Wayan Sudirta saat sidang di MK,
Rabu (10/9).
Menurut Wayan, sejak putusan MK setahun lalu,
kewenangan dan hak DPD dalam ikut membahas RUU dirasakan berubah
terutama di Komisi II DPR, sehingga DPD ada semangat luar biasa untuk
terus bekerja.
Dia mengakui pasca putusan MK tahun lalu, seperti
RUU Kelautan hasil dari DPD dibahas bersama dengan DPR, namun dia juga
khawatir ketika UU MD3 yang baru disahkan justru produk RUU Kelautan DPD
diakui oleh DPR, dan DPD tidak diikut sertakan dalam pembahasan.
"Dengan
model MD3 yang baru, kami khawatir hanya menyampaikan pandangan dan
setelah setengah jam, lalu dipersilahkan pergi. Kami khawatir tidak
diakomodir," katanya. (WDY)
Pemerintah Ikuti MK Terkait Putusan UU MD3
Selasa, 16 September 2014 14:09 WIB