Denpasar (Antara Bali) - Tuntutan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar, Bali, ditunda karena jaksa penuntut umum belum selesai merangkum berkasnya.
"Kami mohon maaf karena belum siap membacakan tuntutan karena ada beberapa berkas yang belum selesai kami rangkum. Berikan kami waktu dua hari yaitu pada Kamis (18/9) siap membacakan semua tuntutan," kata Jaksa Penuntut Umum Gede Arthana dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa.
Dalam persidangan itu, ketiga terdakwa yaitu Prof Dr I Made Titib (Mantan Rektor IHDN), Dr Praptini (Mantan Pembantu Rektor), dan Drs I Nyoman Suweca (Staf IHDN) mengenakan pakaian atasan putih dan bawahan gelap.
Namun, mereka terlihat tegar menghadapi tuntutan kasus hukum yang menjeratnaya.
Seusai sidang ditutup, ketiga terdakwa langsung meninggalkan ruang sidang, dan terlihat terdakwa Praptini terlihat ceria dengan melempar senyum kepada sejumlah pengunjung dan keluarganya.
Begitu juga saat ketiga terdakwa dimasukkan ke dalam mobil tahanan, Praptini kembali lagi memberikan komentar kepada para awak media yang sedang mengambil gambar sambil menghalangi kamera. "Sudah dong, saya kan sudah masuk mobil, masa mau ngambil gambar lagi," ujar Praptini.
Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejati Bali terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN pada 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka, yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs. I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primer dan subsider.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp4,8 miliar. (WDY)