Jakarta (Antara Bali) - Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi akan bertemu
dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk membahas penolakan organisasi
profesi tersebut terhadap penerapan pasal aborsi pada Peraturan
Pemerintah No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi.
"Hari Senin kita akan bertemu lagi. Secara pribadi saya sudah
menelpon Ketua IDI dan dia sudah mengerti. Tapi nanti akan kita
sosialisasikan kepada IDI dan seluruh stake holder. Yang jelas
ini adalah amanat Undang Undang," ujarnya ketika ditemui usai pelantikan
Untung Suseno Sutarjo menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan
di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, pada beberapa kesempatan, IDI menyatakan menolak
melakukan aborsi karena bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran
sedangkan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi mengizinkan
korban pemerkosaan untuk melakukan aborsi jika ternyata hamil meskipun
kehamilannya tidak mengancam kesehatan ibu maupun janin.
Menteri
Kesehatan menjelaskan, penerapan Peraturan Pemerintah tersebut masih
membutuhkan sosialisasi yang luas dan pelaksanaan sosialisasi peraturan
akan dibahas dalam pertemuan dengan IDI yang dijadwalkan tanggal 1
September.
Sebelumnya Menteri Kesehatan juga telah menekankan bahwa IDI tidak
seharusnya menyatakan penolakan karena aborsi bagi korban perkosaan itu
merupakan amanah Undang-Undang Kesehatan dan telah melalui pembahasan
bersama sebelum ditetapkan.
Pembahasan bersama juga sudah dilakukan dengan pemuka agama, seperti
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memperbolehkan aborsi dilakukan
sebelum usia kehamilan 40 hari.
"Itu amanah UU, masa dia (IDI) mau melawan itu. Itu bukan keputusan saya, jadi harus dilaksanakan," kata Menteri Kesehatan.
Dia
menjelaskan, pilihan untuk melakukan aborsi bagi korban pemerkosaan
adalah sebagai upaya untuk menghormati hak asasi perempuan korban
kekerasan seksual.
"Perkosaan itu kekerasan seksual. Sekarang sudah ada tim terpadu
untuk penanganannya tapi baru sampai kepada penanganan korban. Tapi
kalau sampai hamil, siapa yang harus bertanggungjawab?" ujarnya.
Ia menyebut pemaksanaan kepada korban perkosaan untuk melanjutkan
kehamilan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi sang korban dan
seakan-akan memberikan hukuman tambahan kepada korban perkosaan untuk
hamil dan melahirkan.
Meski demikian, menurut Peraturan Pemerintah, jika korban perkosaan
menolak aborsi namun tidak ingin membesarkan sendiri bayi yang dikandung
maka anaknya dapat diserahkan untuk menjadi tanggungan pemerintah. (WDY)
Menteri Kesehatan akan Bertemu IDI Bahas Aborsi
Jumat, 29 Agustus 2014 14:23 WIB