Denpasar (Antara Bali) - Sebanyak 13 fotografer dari mancanegara menggelar pameran foto bertaraf internasional di Bentara Budaya Bali (BBB) di Ketewel, Kabupaten Gianyar, Bali, 19 hingga 24 Agustus 2014
"Pameran bersama itu menampilkan 70 karya foto dengan nuansa yang berbeda dengan pameran yang pernah digelar BBB (lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia) selama ini," kata Kurator pameran tersebut Yudha Bantono di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, ke-13 fotografer tersebut antara lain Alexandra Dupeyron (Jerman), Alit Kertaraharja (Indonesia), Brice Richard (Inggris), Cameron Herweynen (Australia) dan Christian Werner (Jerman).
Selain itu juga Cokorda Bagus Jaya Lesmana (Indonesia), Fanny Tondre (Prancis), Giulio Paletta (Italia), Ingetje Tandros (Australia), Luciano Checco (Singapura), Nadia Janis (Australia), Rudi Waisnawa (Indonesia), dan Tjandra Kirana (Indonesia).
Karya-karya mereka benar- benar menyuarakan kepedulian akan orang-orang penderita sakit jiwa yang hidup dalam pasungan.
Yudha Bantono menjelaskan, setiap fotografer memiliki kepekaan dalam menjadikan orang sakit jiwa yang terpasung sebagai bagian penting untuk diangkat sebagai sebuah peristiwa.
Projek fotografi yang didukung penuh oleh Suryani Institute itu seperti momentum besar bahwa dunia fotografi akan mampu menyuarakan sisi kemanusiaan.
Para fotografer menyadari bahwa apa yang akan dihunting sangat berbeda dengan kelaziman pemotretan yang menyediakan kebebasan wilayah penciptaan. Dapat dibayangkan bagaimana beban psikologi fotografer sewaktu mengabadikan momentum dimaksud.
Ia menilai untuk itu melibatkan kepiluan, kepedihan serta rasa haru yang mendalam. Boleh jadi rangkaian peristiwa tersebut sesungguhnya adalah sebuah teror, yang mengharu biru sang fotografer.
Mereka benar-benar telah menceburkan diri pada situasi dan ruang konflik dalam diri, sehingga pemotretan itu tidak semata sekedar mengarahkan lensa, mengatur kecepatan dan diafragma.
Mengamati karya-karya foto ke-13 fotografer dengan citraannya sangat terasa bahwa mereka telah berhasil menghadirkan daya ungkap yang tajam. Dan sangat jelas pula bahwa kesemua karya foto memang didasarkan atas dasar pembacaan pada ekspresi, simbolisme bagian tubuh, media pasung dan kehadiran keluarga.
Hal lain yang tidak kalah penting penanganan medis, dan kondisi pasien sembuh menjadi materi kuat yang mendefinisikan kepedihan dan kebahagiaan penderita.
Pameran yang mengusung tema "Airmata Lensa: Membaca Fenomena Orang-Orang Terpasung" diharapkan mampu menggugah kesadaran masyarakat agar berempati dan simpati kepada mereka yang terpinggirkan dan tersisihkan dari kehidupan sosial umumnya.
Melalui karya foto terpilih dari ke-13 fotografer, katanya, dapat mengantarkan publik meresapi problematik yang bersangkutan, keluarga serta lingkungan di mana sosok-sosok yang mengalami gangguan mental itu berada. (WDY)