Denpasar (Antara Bali) - Membekasnya imaji Bali masa lalu yang hingga kini terus dikonstruksi menjadikan kebudayaan Bali mengalami pencerabutan dari realitasnya dan foto sebagai tanda simbolik telah mencabut kebudayaan Bali dari konsep perkembangan waktu.
"Foto dokumentasi Bali masa silam membenamkannya dalam ruang dan waktu pada konteks masa lalunya nan eksotik penuh dengan harmoni dalam kebisuan yang senyap," kata I Wayan Seriyoga, kurator pameran Perupa Nyoman Erawan di Denpasar, Minggu.
Perupa Nyoman Erawan (56) menggelar pameran kolaborasi melibatkan fotografi pilihan menyuguhkan 320 foto dokumentasi, 23 foto seni (art), karya instalasi dan video mapping di Bentara Budaya Bali Ketewel, Kabupaten Gianyar selama seminggu, 10-17 Mei 2014.
Seriyoga, kandidat doktor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menilai perkembangan kebudayaan seiring dengan peningkatan perekonomian yang bertalian dengan sederet perubahan sosial.
Semua itu dibungkus dengan rapi oleh imaji-imaji yang tidak lain berasal dari citraan masa lalu. Imaji simbolik fotografi telah menjadikan Bali berada dalam dua dunia, hidup dalam realitas kekinian dan bayang-bayang citra masa lalunya.
Oleh sebab itu kehadiran fotografi memiliki dimensi sejarah panjang dalam kebudayaan Bali, terutama sejak kehadiran Barat. Saat itu orang Bali adalah objek dari fotografi, objek yang tak punya kuasa pada representasi yang menghadirkan mereka.
Seriyoga menambahkan, perkembangan teknologi fotografi digital memberikan kebebasan kepada siapapun untuk dapat menjadi subyek dan menentukan pilihannya sendiri dalam mengeksplorasi medium tersebut.
Kini orang Bali telah menjadi subjek untuk diri dan kebudayaannya, sebagaimana halnya dalam projek yang tengah digulirkan oleh perupa Nyoman Erawan bersama para perupa cahaya (fotografi dan videografi).
Pameran yang yang bertajuk "Erawan vs Perupa Cahaya Sejati : Beyond A Light merupakan rangkaian peristiwa berantai yang dimulai dari pameran dan peluncuran buku "Salvation of the Soul Nyoman Erawan di Tony Raka Gallery tahun 2011, yang di dalamnya melibatkan penyair Bali.
Tanpa disadari ternyata kehadiran tilikan kamera para fotografer dan kamerawan (perupa cahaya) yang tanpa dikoordinir telah berperan penting mengabadikan momen-momen yang tak kan terulang itu.
Projek kemudian berlanjut pada peristiwa berikutnya, mengawali tahun 2014 Erawan secara khusus mengundang para penyair Bali terlibat dalam projek "Erawan vs. Penyair Sejati" dalam ritus yang bertajuk Bunyi, Kata, Rupa di Antida Denpasar.
Bersamaan dengan itu, diundang pula para perupa cahaya yang diminta mendokumentasikan peristiwa tersebut. Selepas kegiatan, ide-ide kreatif Erawan kembali terusik setelah menyaksikan rekaman-rekaman peristiwa tersebut, sehingga munculah gagasan untuk melanjutkan proses kreatif itu menjadi representasi baru, ujar Seriyoga. (WDY)
Kebudayaan Bali Alami Pencerabutan dari Realitanya
Minggu, 11 Mei 2014 14:35 WIB