Kuala Lumpur (Antara Bali) - Perompak bersenjata menyerbu satu kapal tangki Jepang di lepas pantai Malaysia dan menculik tiga awaknya, kata polisi maritim Malaysia Rabu, menggarisbawahi meningkatnya ancaman terhadap pengiriman di salah satu perairan tersibuk di dunia itu.
Insiden di Selat Malaka, jalur yang dilewati sekitar seperempat perdagangan minyak yang berlayar di laut dunia, telah memicu kekhawatiran bahwa pembajakan bisa meningkat di wilayah itu dan menaikkan premi asuransi kapal.
Enam perompak di speedboat naik ke kapal tangki Naninwa Maru 1 pada pukul 01.00 waktu setempat Rabu di lepas pantai barat Malaysia, kata Komandan Polisi Maritim negara itu, Abdul Aziz Yusof, kepada Reuters.
Para perompak memompa keluar lebih dari separoh lima juta liter diesel yang dibawa tanker tersebut ke dalam dua kapal yang menunggu dan menculik tiga awaknya, tambahnya.
Media setempat mengatakan, para awak kapal yang diculik adalah orang Indonesia.
Tanker Jepang, yang sedang menuju Myanmar dari Singapura, memiliki awak dari Indonesia, Thailand , Myanmar dan India.
Para pejabat keamanan regional sebelumnya mengatakan kepada Reuters, bahwa gerombolan perompak bersenjata yang berkeliaran di Selat Malaka dapat menjadi bagian dari sindikat yang bisa jadi memiliki jaringan dengan kru di kapal yang menjadi target pembajakan, atau memiliki pengetahuan tentang dalam kapal atau kargo.
Intelijen seperti itulah yang memimpin pembajakan, terlibat dalam merebut tanker sehingga kargo gasoil dapat ditransfer dan dijual ke pasar gelap, kata para pejabat itu, yang menolak disebut namanya karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media.
Serangan oleh kelompok-kelompok bersenjatakan senapan dan pisau untuk pengiriman di Selat Malaka telah berkisar antara 12 sampai 20 insiden per tahun selama tiga tahun terakhir, kata markas Perjanjian Kerja sama Regional tentang Pemberantasan Pembajakan dan Perampokan Bersenjata Singapura terhadap Kapal-Kapal di Asia (ReCAAP).
Sebagian besar insiden ini telah terlibat pencurian kapal toko, uang tunai dan serangan-serangan terhadap kru.
Hal itu bertentangan dengan puncak 220 serangan yang tercatat pada tahun 2000, kata Biro Maritim Internasional yang berbasis di Kuala Lumpur, yang melacak aktivitas bajak laut di wilayah itu. (WDY)