Denpasar (ANTARA) - Dua pria paruh baya, Boby dan Edi sedang sibuk memproduksi dupa di salah satu sudut bengkel kerja Rumah Berdaya yang dibangun oleh Dinas Sosial Pemerintah Kota Denpasar, Bali.
Mereka duduk di kursi yang terbuat dari besi dan saling berbagi tugas menggunakan mesin manual. Tangan kanan Boby memasukkan lidi dari bambu ke dalam mesin yang berisi adonan dupa, sedangkan tangan kirinya memegang pedal mesin.
Sesaat kemudian, kaki kanannya menekan tuas di bagian bawah mesin, sehingga adonan itu langsung tercetak menjadi padatan dupa yang masih basah.
Kemudian, giliran Edi yang merapikan satu per satu batang dupa itu untuk ditempatkan dalam wadah dan siap untuk dijemur agar kering sempurna.
Sesekali, mereka memperhatikan arahan dari koordinator, meski nyaris tak ada komunikasi di antara keduanya.
Meski begitu, mereka cukup terampil memproduksi dupa yang menjadi salah satu kebutuhan penting untuk upacara keagamaan di Bali. Ada beragam aroma dupa yang diproduksi, di antaranya melati, lotus dan aroma wewangian lainnya.
Setelah kering, rekan lainnya akan mengemas dupa-dupa beragam aroma itu dalam kemasan kertas berdesain lukisan gaya Bali karya seniman, Komang Loster.
Satu kemasan berisi 60 batang dupa “Arusaji” yang memiliki kepanjangan alumni rumah sakit jiwa.

Rehabilitasi psikososial
Arusaji inilah yang membuka lembaran baru perjalanan hidup Boby dan Edy yang merupakan warga Rumah Berdaya di Kelurahan Sesetan, Denpasar, tempat yang memberdayakan orang dengan skizofrenia (ODS) atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Koordinator Rumah Berdaya Denpasar I Nyoman Sudiasa menuturkan Boby and Edi baru dilatih sekitar satu minggu terakhir untuk memproduksi dupa.
Nama Boby dan Edi adalah nama baru yang disematkan Dinas Sosial Kota Denpasar untuk memudahkan pencatatan administrasi, termasuk untuk pengobatan rutin di rumah sakit. Pasalnya, mereka tidak ingat identitas atau asal usulnya, setelah ditemukan menjadi gelandangan di jalanan.
Kegiatan memproduksi dupa merupakan bagian dari rehabilitasi psikososial yang diberikan rumah singgah itu untuk pemulihan kondisi kejiwaan.
Awalnya, ODS di rumah seluas sekitar 600 meter persegi itu hanya mengemas dupa yang sudah jadi dan tinggal menambah aroma karena tidak memiliki alat produksi.
Cara itu dinilai kurang optimal merangsang aspek kognitif mereka dalam proses rehabilitasi psikososial tersebut.
Produksi dupa kemudian mulai berkembang setelah mendapat sentuhan dari Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus), melalui unit operasi Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM)/FT Sanggaran, Denpasar.
Melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL/CSR) pada 2022, Pertamina memberikan bantuan tiga mesin manual untuk mencetak dupa melalui program wirausaha, Skizofrenia Entrepreneur (Skizopreneur).
Dengan mengoperasikan mesin secara manual tersebut, ODS secara tidak sadar, langsung dilatih fungsi kognitif, mendorong produktivitas dan pengembangan potensi dirinya.
Manajer Komunikasi, Relasi dan TJSL Pertamina Patra Niaga Wilayah Jatimbalinus Ahad Rahedi menjelaskan, sebelum berproduksi, mereka diberi pelatihan selama tiga bulan, pengadaan 2.000 lembar kemasan dupa, pelatihan administrasi penjualan dan bantuan satu unit laptop untuk mendukung pencatatan data produksi dan distribusi.
Pengembangan wirausaha dupa itu juga melahirkan inovasi dengan memanfaatkan ampas kopi yang dihasilkan di satu kafe, kemudian digunakan kembali untuk memproduksi dupa ramah lingkungan dan bernilai ekonomi.
Kedai kopi yang dijalankan kelompok binaan BUMN bidang minyak dan gas bumi itu yang khusus untuk memberdayakan penyandang disabilitas fisik.
Mereka dilatih menjadi barista di kedai kopi yang berlokasi di Jalan Kamboja atau berjarak sekitar tujuh kilometer dari Rumah Berdaya Denpasar.
Setiap hari, ODS di rumah singgah itu rata-rata mampu memproduksi sekitar 15 kemasan dupa, per kemasan berisi 60 batang dupa.
Pemasarannya, selama ini melalui media sosial, kemudian pembeli mulai dari kalangan perhotelan, relawan atau warga yang mengunjungi rumah berdaya itu.
Selain usaha membuat dupa, Pertamina juga memperluas pemberdayaan melalui usaha cuci motor yang dikerjakan oleh anggota Skizopreneur mulai 20 Agustus 2025.
Dukungan diberikan dalam bentuk pelatihan mencuci motor mandiri, penyediaan mesin pompa, pembangunan atap, serta pembuatan saluran air.
Wayan Nanda adalah salah satu ODS yang terlibat aktif menjalankan jasa cuci motor yang dia pelajari secara mandiri.
Ia pun cekatan dan terampil menyelesaikan sendiri detail jasa tersebut, mulai dari mencuci, mengeringkan hingga memberikan minyak khusus di badan motor agar lebih mengkilap.
Pemuda berusia 32 tahun itu, saat ini memiliki kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik, menjadikan usaha itu sebagai salah satu cara melepaskan diri dari belenggu skizofrenia.
ODS berdaya
Rumah Berdaya dibangun oleh Dinas Sosial Pemerintah Kota Denpasar pada 2016 dan dikelola bersama Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Simpul Bali dan komunitas seni Ketemu Project.
Saat ini, total ada 27 orang dengan skizofrenia (ODS) yang mengikuti pembinaan atau rehabilitasi psikososial di rumah singgah tersebut yang seluruhnya tinggal bersama keluarga mereka masing-masing.
Rentang usia mereka pun bervariasi, mulai dari yang termuda berusia 20 tahun hingga lanjut usia dengan beragam latar belakang keluarga.
Dalam pemberdayaan ODS, Kepala Dinas Sosial Denpasar I Gusti Ayu Laxmy Saraswati mengungkapkan butuh kerja keras semua pihak agar optimal memperbaiki kesehatan jiwa mereka.
Upaya rehabilitasi diberikan secara fleksibel menyesuaikan jadwal, yakni rata-rata tiga dalam kali sepekan dan sifatnya tidak memaksa ODS.
Mereka menjalani program rehabilitasi sosial, di antaranya pengembangan diri dan terapi aktivitas kelompok untuk merangsang keterampilan sensorik dan motorik.
Kegiatan itu, di antaranya seni mewarnai, menggambar dan melukis yang bertujuan untuk mengungkapkan emosi dan mencurahkan pikiran mereka, serta aktivitas fisik lainnya yang dilaksanakan dengan menggandeng relawan dari sejumlah institusi pendidikan, hingga komunitas seni.
Sementara untuk pengembangan kewirausahaan, Koordinator Rumah Berdaya I Nyoman Sudiasa menuturkan tidak mengejar keuntungan, namun tetap memberikan upah kepada ODS dari hasil produksi mereka. Misalnya produksi dupa untuk satu kilogram adonan, mereka mendapatkan upah sekitar Rp15 ribu.
Begitu juga untuk cuci motor, mereka mendapatkan upah Rp15 ribu, sedangkan sisa 25 persennya masuk rumah berdaya untuk biaya operasional, misalnya membeli sabun dan kain lap.
Rumah Berdaya Denpasar juga menampung sekitar 10 ODGJ yang rata-rata sudah lanjut usia dan mengidap penyakit penyerta lainnya.
Secara rutin ODGJ itu mendapatkan perawatan medis berkala, baik untuk pengobatan psikis dan penyakit penyerta di salah satu rumah sakit di Denpasar.
Kurangi stigma
Psikiater Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali dr Made Wedastra, SpKJ menjelaskan skizofrenia merupakan gangguan mental kronis yang mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku, sehingga menyebabkan gangguan dalam penilaian realita atau kenyataan.
Gangguan itu biasanya menyebabkan pasien mengalami penurunan fungsi kerja dan fungsi sosial, yang disebabkan beragam faktor mulai genetik, pola asuh anak, lingkungan hingga akibat perundungan (bullying).
Upaya rehabilitasi psikososial, salah satunya dengan memberikan kegiatan kepada ODS merupakan bagian penting dari teknik terapi non-obat.
Rehabilitasi psikososial itu bisa dengan memberikan kegiatan ringan, seperti menjahit, menyulam, berkebun, kebersihan rumah, cuci mobil, beternak, membuat “canang” atau rangkaian janur berisi bunga dan beberapa kegiatan rumah lainnya. Rehabilitasi psikososial itu juga dapat meningkatkan remisi pada orang dengan skizofrenia.
Istilah remisi itu mengacu kepada berkurangnya gejala, bahkan gejala bisa hilang atau disebut remisi sempurna.
Meskipun demikian, sebagian besar ODS selama ini mengalami remisi tidak sempurna yang gejalanya dapat berkurang, seperti agresivitas, waham, dan halusinasi yang termasuk gejala positif.
Di sisi lain, gejala negatif masih berpotensi mempengaruhi kejiwaan mereka, walaupun dalam porsi yang sedikit.
Gejala negatif itu, seperti penarikan diri dari lingkungan sosial, tidak mampu menikmati atau tidak bisa bergembira (anhedonia), perawatan diri yang kurang, gangguan fungsi kognitif atau gangguan memori dan fungsi penalaran serta perencanaan.
Kemudian cemas, depresi atau emosi yang labil, hingga gangguan impulsif, seperti agresif menyerang orang lain yang juga bisa membahayakan dirinya dan atau menyakiti diri sendiri.
Tantangannya adalah selain memastikan rehabilitasi psikososial, juga pengobatan medis yang harus terus berkelanjutan, minimal berlangsung selama dua tahun.
Pasalnya, ada sebagian pasien tidak sampai enam bulan mengalami perbaikan, namun menganggap dirinya sembuh dan enggan meminum obat kembali.
Di sinilah peran keluarga dan lingkungan untuk memastikan keberlanjutan rehabilitasi psikososial dan pengobatan medis.
Hal itu juga diakui koordinator di rumah itu, I Nyoman Sudiasa yang juga merupakan penyintas skizofrenia yang diidapnya sejak 2001.
Ayah dua orang anak itu butuh waktu bertahun-tahun menjalani pengobatan dan rehabilitasi, hingga kembali pulih, baik medis dan sosial secara bertahap, sekitar tahun 2015.
Kegiatan rehabilitasi psikososial yang merupakan wujud hadirnya negara untuk melayani rakyatnya tersebut berperan meningkatkan pemulihan karena didukung terapi, interaksi sosial, dan pemberdayaan.
Melalui pemberdayaan wirausaha skizopreneur, mereka bisa menghasilkan secara ekonomi yang membantu meningkatkan rasa percaya diri ODS untuk bisa pulih.
“Awalnya menjadi beban karena diam saja, menarik diri dan merasa tidak berguna. Sekarang dengan beraktivitas apalagi menghasilkan, ada kebanggaan, ada apresiasi, itu senang sekali,” ucap Sudiasa, Koordinator Rumah Berdaya Denpasar, sekaligus penyintas skizofrenia.
Dengan semangat pemberdayaan kepada ODS menegaskan bahwa mereka memiliki hak yang sama untuk berkembang dan terbebas dari belenggu stigma.
Seniman, sekaligus penyintas skizofrenia Komang Loster, bahkan menuangkan esensi pembebasan itu melalui karya lukisannya berjudul “Shinta dan Hanoman” yang menjadi sampul kemasan dupa Arusaji.
Melalui terapi dan pemberdayaan wirausaha, orang dengan skizofrenia juga bisa produktif berkarya. Harapannya, mereka perlahan bisa pulih, baik secara psikologis dan hubungan sosialnya, serta memiliki bekal menatap hidup lebih baik.
Editor: Masuki M Astro
