Denpasar (Antara Bali) - Suasana akhir pekan di Bali tak ubahnya seperti tahun baru, semarak walau tanpa kilau warna-warni kembang api bertaburan di angkasa.
Jalan raya padat oleh lalu-lalang kendaraan bermotor. Polisi di perempatan jalan pun dibuatnya tak berdaya. Hampir di setiap perempatan di Jalan Gatot Subroto, Denpasar, terjadi kesemrawutan karena pengguna jalan sudah tidak lagi menghiraukan lampu pengatur lalu lintas, Sabtu (4/5) malam. Merah, kuning, dan hijau tak surut berpendar, tapi dibiarkannya jumud bahkan terabaikan oleh klakson dan sumpah-serapah pengguna jalan.
Sebagian masyarakat berkerumun, menyaksikan langsung jalannya debat calon kepala daerah di salah satu ruangan sebuah hotel yang disulap menjadi studio. Televisi di warung kopi dan balai-balai banjar pun diarahkan pada saluran yang menyiarkan acara debat tersebut.
Beberapa jam sebelumnya, masyarakat Bali juga larut dalam antusiasme menyambut pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk periode lima tahun mendatang. Konsentrasi warga terbagi di setiap penjuru Pulau Dewata itu.
Di wilayah timur, tepatnya di Desa Bebandem, Kabupaten Karangasem, massa berkumpul di lapangan. Ribuan pendukung pasangan Made Mangku Pastika--Ketut Sudikerta rela berpanas-panas ria. Di tempat terbuka itu, Menko Kesra Agung Laksono dan Menteri ESDM Jero Wacik berorasi untuk meyakinkan masyarakat Bali memilih pasangan nomor urut 2 yang menjadikan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan tujuh parpol koalisi sebagai kendaraan politiknya.
Di Sesetan, Kota Denpasar, pasangan Anak Agung Ngurah Puspayoga--Dewa Nyoman Sukrawan menggelar acara unik. Untuk ukuran Bali, nikah massal terbilang unik dan langka. Apalagi pasangan nomor urut 1 yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga mendatangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi sebagai saksi pernikahan 53 pasangan pengantin di Yayasan Al Rohman.
Mantan Wali Kota Solo, Jawa Tengah, yang populer karena gaya "blusukannya" itu datang ke Bali tentu saja sebagai representasi orang Jawa atau setidaknya bisa memengaruhi sikap politik masyarakat Jawa di Bali. Apalagi saat menjabat Wali Kota Denpasar dua periode, Puspayoga dikenal terbuka terhadap para pendatang, khususnya kaum urban dari Jawa yang mayoritas muslim sehingga hal itu menjadi satu alasan diadakannya nikah massal karena sebelumnya "penglingsir" Puri Satria itu juga menggelar "metatah" massal bagi kaum muda Hindu dengan disaksikan Megawati Soekarnoputri.
Sampai Minggu (5/5), Jokowi masih belum beranjak dari Bali. Dia menyapa pendukung fanatik Puspayoga--Sukrawan yang tumpah-ruah di lapangan Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar. Tidak hanya untuk mengikuti jalan sehat berhadiah menarik, massa juga ingin melihat dari dekat sosok Gubernur DKI yang dikenal merakyat itu.
Siangnya Jokowi berjalan-jalan di Pasar Kediri, Kabupaten Tabanan. Tentunya bukan sekadar jalan-jalan biasa. Jokowi yang mengenakan pakaian favoritnya, kotak-kotak hitam dan merah, disambut pedagang dan pengunjung pasar tradisional itu. Seperdelapan irisan buah semangka yang disuguhkan salah satu pedagang, ditandaskannya pula.
"Saya sangat terkesan dengan Bali. Mohon masyarakat sini mempertahankan keseimbangan ekonomi dan budaya," ucapnya mengingatkan para pedagang di Pasar Kediri itu agar tidak semata-mata mengejar kebutuhan ekonomi tanpa diimbangi dengan upaya melestarikan budaya.
Tanpa basa-basi, Jokowi menyatakan dukungannya pada visi dan misi Puspayoga--Sukrawan yang membangun basis ekonomi di kabupaten/kota. "Saya kira program Pak Puspayoga bagus sekali. Memperkuat desa adat, kemudian juga pelestarian seni budaya Bali. Penguatan yang bagus sekali," ujarnya didampingi Sukrawan.
Tanpa membuat pernyataan seperti itu pun, masyarakat khususnya pedagang di Pasar Kediri sangat mafhum bahwa Jokowi jauh-jauh meninggalkan tugasnya di Ibu Kota menuju Bali untuk menjadi juru kampanye Puspayoga--Sukrawan. Puspayoga yang menjadi Wakil Gubernur Bali dalam lima tahun terakhir sangat membutuhkan Jokowi, kolega separtainya itu, untuk mendongkrak perolehan suara pada pilkada 15 Mei mendatang.
Berbeda dengan Jero Wacik yang popularitasnya masih berada di bawah bayang-bayang Pastika. Apalagi Bali merupakan kampung halaman Jero Wacik yang harus dipupuk terus, mengingat pada Pemilu 2014 dia akan mempertaruhkan reputasi sebagai politikus Partai Demokrat dalam perebutan kursi parlemen setelah dua periode dipercaya Susilo Bambang Yudhoyono menduduki jabatan menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan Jilid II.
Tak Omotatis Efektif
Bali tidak hanya magnet bagi wisatawan, melainkan juga barometer politik nasional. Apalagi dalam kurun waktu empat bulan ke depan sederet perhelatan bertaraf internasional digelar, mulai pemilihan Miss World 2013, pertemun internasional pertama Forum Budaya Dunia (WCF), hingga KTT Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC).
Oleh sebab itu keamanan Bali harus mendapat prioritas utama, apa pun hasilnya dengan pilkada yang diwarnai rivalitas sengit antara Pastika dan Puspayoga sebagai gubernur dan wakil gubernur petahana.
Jika lima tahun lalu keduanya bergandengan tangan, maka sekarang keduanya harus beradu kepala (head to head) untuk menjadi pemimpin sejati di pulau seribu pura itu.
Beragam cara mereka lakukan, mulai dari "main kayu" hingga "main kapling". Namun terlepas dari hal itu semua, tim kampanye kedua pasangan merasa perlu mendatangkan tokoh-tokoh nasional berpengaruh.
Selain Jokowi dan Megawati, kubu Puspayoga--Sukrawan juga mendatangkan Edo Kondologit (penyanyi asal Papua yang kini Caleg PDIP). Nama-nama lain yang masuk daftar jurkam nasional Puspayoga--Sukrawan adalah Rano Karno (Wagub Banten), Rieke Diah Pitaloka (anggota Fraksi PDIP DPR/mantan Cagub Jabar), Pramono Anung (Wakil Ketua DPR), Puan Maharani (Ketua Fraksi PDIP DPR), Tjahjo Kumolo (DPP PDIP), Maruarar Sirait (DPP PDIP), I Made Urip (anggota Fraksi PDIP DPR), Nico Siahaan (presenter/Caleg PDIP), dan Richard Sambera (mantan atltet nasional renang/presenter/Caleg PDIP).
Di kubu Pastika--Sudikerta selain Jero Wacik dan Agung Laksono juga ada Roy Suryo (Menpora) yang sudah dua kali berkesempatan kampanye, yakni di Gianyar dan Singaraja.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya I Gusti Agung Ketut Satrya Wibawa MCA menganggap keterlibatan tokoh berpengaruh dalam kampanye Pilkada Bali itu tidak serta-merta mampu mendongkrak elektabilitas pasangan calon.
"Itu gaya politik lama yang belum sepenuhnya efektif mendongkrak elektabilitas kandidat tertentu. Mereka (juru kampanye) memang populer, tapi ingat Bali itu punya spesifikasi dan keunikan tersendiri," katanya.
Satrya yang lahir dan dibesarkan di Desa Adat Kuta, Kabupaten Badung, itu menyayangkan kedua pasangan kandidat tidak mengoptimalkan tokoh-tokoh lokal yang memiliki pengaruh luas.
Tokoh-tokoh lokal berpengaruh, seperti "penglingsir" puri, sebut dia, menjadi panutan bagi masyarakat Bali. Ia memandang tokoh-tokoh lokal yang berpengaruh di Bali ucapannya dianggap sebagai "kalimat sakti", seperti halnya ucapan Sri Sultan Hamengku Buwono kepada masyarakat Yogyakarta.
Bahkan dia mengibaratkan aktivitas Jokowi selama dua hari di Bali tak lebih dari selebritis yang bertemu penggemarnya. "Jokowi belum tentu kenal dengan pasangan kandidat. Jadi perannya hanya bintang iklan yang kebetulan berada di Bali atau dia hanya membuat iklan untuk masyarakat Bali," kata peraih gelar magister seni kreatif dari Curtin University Australia itu.
Sementara beberapa nama yang lain boleh dibilang sekadar "numpang" popularitas karena sebenarnya ketenarannya masih berada di bawah sang kandidat sehingga tidak jarang peserta kampanye pun bertanya-tanya, "Orang yang tampil di panggung itu sepertinya pernah lihat di televisi, tapi siapa namanya ya?" (*)
Jurkamnas Pilkada, "Numpang Lewat" atau Mengukur Popularitas?
Senin, 6 Mei 2013 12:48 WIB