Gianyar, Bali (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Gianyar Bali melarang masyarakat setempat membakar sampah termasuk jerami karena berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.
“Larangan membakar sampah dilakukan untuk mengurangi emisi karbon,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Ni Made Mirnawati di Gianyar Bali, Jumat.
Selain alasan kesehatan, larangan membakar sampah itu juga untuk mengurangi pencemaran udara akibat polusi asap dan bahaya kebakaran lahan di lingkungan sekitar.
Sementara itu, pihaknya akan menggencarkan edukasi kepada masyarakat bekerja sama dengan aparat desa dan desa adat untuk menekan pembakaran jerami itu.
Baca juga: Warga di Gianyar ubah kotoran babi jadi biogas
Menurut dia, selama ini pembakaran jerami karena dianggap limbah dan segera dihilangkan untuk mempermudah petani mengolah tanah memasuki masa tanam selanjutnya.
“Edukasi khusus kepada petani akan kami komunikasikan dengan Dinas Pertanian untuk dilakukan bersama-sama secara terus menerus,” katanya.
Ia mengaku bahwa edukasi perlu dilakukan bertahap dan tergolong tidak mudah karena seperti menjadi “tradisi” setelah panen.
“Karena ini menyangkut perilaku dan budaya masyarakat yang sudah sejak lama dilakukan, maka pelaksanaannya tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan,” imbuhnya.
Pembakaran jerami hingga saat ini masih sering ditemukan pada sejumlah titik di Bali, termasuk di beberapa titik di Gianyar.
Asap yang mengepul dari pembakaran jerami itu terbawa arah angin hingga masuk kawasan permukiman masyarakat.
Mirnawati menambahkan, larangan pembakaran sampah itu telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 11 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, dan Peraturan Bupati Gianyar Nomor: 76 tahun 2023 tentang pengelolaan sampah berbasis kearifan lokal.
Dalam regulasi itu, pengolahan sampah dapat dilakukan dengan cara di antaranya daur ulang, pengomposan, dan cara ramah lingkungan lainnya.
Ada pun sanksi yang dikenakan yakni sanksi administratif hingga sanksi adat sesuai aturan hukum (awig-awig) desa adat setempat.