Denpasar (ANTARA) - Pertamina menyesuaikan pengolahan minyak jelantah yang diproduksi menjadi diesel nabati atau Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) mencermati permintaan pasar.
“Pasar masih merespons rendah terhadap permintaan ini (diesel HVO),” kata Manager Penjualan BBM Industri Pertamina Patra Niaga Samuel Hamonangan Lubis di sela konferensi kelapa sawit dan lingkungan (ICOPE) 2025 di Denpasar, Bali, Jumat.
Ia menjelaskan, saat ini produksi diesel nabati itu dilaksanakan di Kilang Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas produksi mencapai sekitar 5.000 ton per tiga hari atau estimasinya per bulan mampu memproduksi sekitar 50 ribu ton.
Sedangkan kilang lainnya seperti di Dumai, kata dia, masih dalam tahap persiapan.
Menurut dia, harga pasar yang masih tinggi yakni kisaran Rp25 ribu per liter menyebabkan konsumen masih menggunakan bahan bakar dengan harga yang lebih murah.
Baca juga: Warga Denpasar tukarkan minyak jelantah
“Dibandingkan solar yang biasa harganya sekitar Rp15 ribu. Saat ini kalau belum ada mandatory (wajib), pasti orang masih memilih harga Rp15 ribu,” imbuhnya.
Saat ini, lanjut dia, penyerapan minyak HVO tersebut masih di kalangan industri terlebih dahulu dan belum menyentuh pasar ritel.
Samuel menambahkan beberapa industri yang dalam tahap uji coba menyerap bahan bakar masa depan itu di antaranya pertambangan.
Tak hanya pertambangan, bahan baku minyak jelantah juga dapat diolah menjadi avtur atau bahan bakar untuk pesawat udara (sustainable aviation fuel/SAF).
BUMN itu saat ini menyerap minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) baik dari industri melalui skema kerja sama dan masyarakat langsung melalui pengumpulan di titik tertentu.
Baca juga: Pertamina siap ekspansi pembelian minyak jelantah termasuk sasar Provinsi Bali
Untuk konsumen rumah tangga, pihaknya membeli minyak jelantah sesuai perkembangan harga pasar yang pada pada Jumat (14/2) mencapai sebesar Rp6.336 per liter berdasarkan harga yang tertera pada aplikasi UCOllect.
Saat ini, untuk segmentasi rumah tangga pengumpulan fokus di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan kini sudah merambah beberapa titik di Bali, berdasarkan lokasi yang tertera pada aplikasi UCollect tersebut.
Ia menjelaskan diesel nabati atau HVO itu memiliki keunggulan di antaranya ramah lingkungan, lebih stabil yang mampu tahan dalam temperatur dingin dan tahan terhadap oksidasi.
Selain itu, lebih efisien dalam pembakaran mesin dan secara kimia sama dengan BBM diesel fosil sehingga tanpa perlu ada modifikasi pada mesin.