Denpasar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali mengungkapkan penyaluran kredit di Bali dan Nusa Tenggara (Nusra) pada Januari-Agustus 2024 mencapai Rp225,96 triliun dibandingkan periode sama 2023 mencapai Rp208,64 triliun yang mayoritas diserap untuk sektor produktif.
“Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,85 persen adalah kredit produktif,” kata Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Bali, Jumat.
Rinciannya, lanjut dia, penyaluran kredit untuk sektor produktif itu sebanyak 36,7 persen adalah kredit modal kerja dan 21,1 persen kredit investasi.
Regulator lembaga jasa keuangan itu juga mencatat sebesar 44 persen penyaluran kredit di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) Nusa Tenggara Timur (NTT) diserap pelaku UMKM.
Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM, imbuh dia, menunjukkan perbankan mendukung UMKM menjalankan peran vitalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan diharapkan menjaga daya beli masyarakat.
Dari sisi kualitas, ia menyebut kredit perbankan di Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga, meski ada kenaikan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,95 persen, lebih tinggi dibandingkan posisi Agustus 2023 mencapai 2,50 persen.
Sementara itu, meski penyaluran kredit tumbuh 8,30 persen namun realisasi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) atau nasabah yang menyimpan uangnya di bank jauh lebih tinggi dengan persentase double digit.
OJK mencatat pada posisi Agustus 2024, DPK di tiga provinsi itu mencapai Rp275,53 triliun atau naik 13,84 persen dibandingkan posisi sama 2023 yang mencapai Rp242,02 triliun.
Nasabah memilih instrumen tabungan yang secara nominal bertambah hampir Rp19 triliun dan giro bertambah sebesar Rp9,06 triliun.
Kinerja simpanan dana nasabah di bank yang lebih tinggi dibandingkan penyaluran kredit juga tercermin dari rasio simpanan terhadap kredit atau Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 82,01 persen.
Capaian LDR itu lebih rendah dibandingkan posisi sama 2023 mencapai 86,21 persen.
“Menurunnya rasio LDR disebabkan karena pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari pada pertumbuhan kredit,” katanya.
Sementara itu, dari sisi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali dan Nusa Tenggara untuk kecukupan modal juga masih terjaga baik karena berada di atas ambang batas masing-masing lima persen dan 12 persen.
Ada pun rasio likuiditas (CR) BPR di Bali mencapai 14,77 persen, NTB sebesar 20,04 persen dan NTT sebesar 7,41 persen.
Sedangkan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) BPR di Bali mencapai 35,26 persen, di NTB mencapai 46,14 persen dan di NTT mencapai 43,39 persen.
“Kami yakini tingginya permodalan perbankan mampu menyerap potensi risiko yang dihadapi dan kami akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas,” katanya.