Mangupura (ANTARA) - Puluhan seniman Baleganjur dari Sekaa Baleganjur Dewa Ayu, Pura Ulun Suwi, Desa Adat Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali menampilkan cerita berjudul Wayah pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-46.
"Persiapan sebelum tampil pada PKB ini telah kami lakukan sekitar enam bulan yakni mulai bulan Januari 2024. Meski bisa tampil maksimal, namun kendala yang dihadapi, memang terkait dengan waktu latihan," ujar penata Tabuh I Komang Tri Sandyasa Putra di Mangupura, Minggu.
Ia mengatakan kendala itu terjadi karena para seniman masing-masing memiliki kesibukan seperti bekerja. Namun ia berharap para seniman di Kabupaten Badung kedepannya tetap berkarya dengan ikhlas untuk menunjukkan jati diri Badung hebat.
"Kalau kendala sih kita terkendala waktu latihan, karena kami semuanya pekerja di sektor pariwisata. Jadi kami harus mengatur waktu agar klop kumpul semua. Itu pun latihannya baru bisa dilakukan saat tengah malam,” kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung I Gde Eka Sudarwitha menambahkan pihaknya mengapresiasi penampilan Sekaa Baleganjur Dewa Ayu, Pura Ulun Suwi, Desa Adat Jimbaran yang menampilkan gerakan tabuh baleganjur yang berjudul Wayah.
"Cerita ini mencerminkan unsur atau eksperimentasi dari tabuh-tabuh baleganjur dan menuangkan ke dalam makna kehidupan," tambah dia.
Ia berharap, semoga apa yang sudah ditampilkan, dapat mewarnai pelaksanaan lomba Baleganjur PKB yang ke-46.
"Tentu kami berharap, duta dari Badung ini dapat mencapai hasil yaitu meraih juara pada PKB tahun 2024," ungkap Eka Sudarwitha.
Pada pementasan ini, seniman duta seni Badung mengangkat cerita berjudul “Wayah”. Penggunaan kata ini tidak hanya sebagai bentuk pujian, tetapi juga sebagai penghargaan terhadap pencapaian dalam mencapai kematangan batin dan spiritual dalam ungkapan "sampun wayah".
Terdapat makna mendalam tentang perjalanan dan pertumbuhan yang mengarah pada kedewasaan yang penuh makna juga mencerminkan pengakuan terhadap kebijaksanaan seseorang.
Penerapan konsep tersebut memberikan stimulasi kepada penata untuk memformulasi karya musik baleganjur atas interpretasi terhadap kata “Wayah”.
Komposisi ini disusun dengan teliti, menggabungkan elemen-elemen seperti fondasi gilak dan pola irama yang teratur, menghasilkan karya yang terfokus dan terstruktur dengan baik.
Ritme yang tercipta dari perpaduan ceng-ceng dan kendang memperlihatkan tingkat kecerdasan yang tinggi, sementara melodi dan kolotomik yang terstruktur memberikan kesan keunggulan atas pendewasaan yang tak terbantahkan.
Lirik vokal yang dipadukan dengan visualisasi yang memukau meningkatkan dimensi ekspresi dalam pengalaman mendengarkan komposisi ini.
Karya secara keseluruhan menciptakan pengalaman yang melampaui sekadar ekspresi batin, memungkinkan penikmatnya untuk menyelami keindahan dan kedalaman dari komposisi tabuh baleganjur ini yang layak dianggap sebagai simbol kematangan spiritual, atau "wayah".