Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bali I Nyoman Gede Anom menargetkan angka stunting di Pulau Dewata pada 2024 bersisa 6,15 persen, meski capaian angka akhir 2023 belum diluncurkan.
“Saya berani menargetkan stunting di Provinsi Bali tahun 2024 sebesar 6,15 persen, meski sampai saat ini data hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 belum dipublish oleh Kementerian Kesehatan RI,” kata dia di Denpasar, Jumat.
Dinkes Bali meyakini target besar tersebut karena selama ini terus berupaya melakukan langkah-langkah-langkah menekan stunting seperti mengoptimalkan kedatangan balita ke posyandu dan fasilitas kesehatan lainnya dengan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Adat dan Dinas Pencatatan Sipil.
Selain itu Anom mengatakan mereka merujuk balita yang mengalami kenaikan berat badan tidak signifikan ke puskesmas untuk mengetahui penyebab masalah, merujuk balita stunting ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter spesialis anak.
Baca juga: Pemkab Buleleng programkan lomba kuliner durian guna cegah stunting
Lalu, mengoptimalkan penginputan data dan melakukan konfirmasi validasi pengukuran ke kasus.
“Kami juga mengusulkan pangan olahan khusus medis khusus (PKMK) ke Kementerian Kesehatan RI bagi balita yang menderita stunting, selanjutnya pemberian PKMK dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan dokter spesialis anak, dan memberikan makanan tambahan (PMT) penyuluhan di posyandu bersumber dana desa/kelurahan berbasis pangan lokal tinggi protein hewani,” ujar Anom.
Dinkes Bali juga sudah dan akan terus memberikan makanan tambahan pemulihan selama 90 hari pada balita kurang gizi dan ibu hamil kurang energi kronis dari dana alokasi khusus (DAK) nonfisik puskesmas di lima kabupaten yaitu Jembrana, Tabanan, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Angka stunting di Pulau Dewata cenderung menurun dari tahun ke tahun seperti 2021 10,9 persen, 2022 menjadi 8 persen dari target 9,28 persen, dan 2023 ditarget 7,71 persen namun hasil akhir belum dirilis Kementerian Kesehatan.
Baca juga: Pemkab Tabanan cegah stunting dengan program 'Bungan desa'
Pemprov Bali optimistis mencapai target sisa stunting 6,15 persen karena orang tua semakin sadar pentingnya menjaga gizi anak.
Anom mengakui belakangan beredar di media sosial ibu-ibu yang mengunggah konten pemberian makanan bergizi bagi anak, mereka menunjukkan pemberian standar makanan emas pada anak usia kurang dari 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan.
Ia menjelaskan yang dimaksud adalah bayi mendapat inisiasi menyusui dini (IMD) minimal 1 jam adanya kontak skin to skin kulit ibu dengan bayi.
Kemudian pemberian ASI secara eksklusif pada bayi usia 0–6 bulan tanpa pemberian makanan atau minuman lain kecuali obat, vitamin dan mineral jika bayi dalam kondisi sakit dan atas petunjuk petugas kesehatan.
“Pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, dan menyusui hingga anak usia 2 tahun atau lebih,” kata dia.
Ia mengapresiasi orang tua di Bali yang mulai peduli akan hal ini, bahkan kerap ditemukan di media sosial mereka juga mengedukasi orang tua lainnya sehingga ditiru banyak orang.
Disinggung mengenai rencana salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menjanjikan program makan siang gratis, Anom hanya berharap jika program tersebut terealisasi di Bali dapat membantu memperbaiki kondisi kesehatan anak.
“Selain itu, harus dilakukan pendampingan serta pengawasan oleh kader, petugas kesehatan serta masyarakat setempat. Penting juga mengedukasi masyarakat tentang gizi seimbang, kebersihan individu dan lingkungan serta melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara rutin untuk mengetahui kondisi status gizi,” ujarnya.
Dinkes Bali targetkan stunting tersisa enam persen pada 2024
Jumat, 23 Februari 2024 20:10 WIB