Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan Pangan) Bali Wayan Sunada menilai harga beras yang tinggi saat ini wajar, ini demi kesejahteraan petani yang kerap tak dapat keuntungan ketika harga beras terus murah.
“Kekhawatiran saya adalah kalau harganya terus murah petani kita akan lari, siapa yang akan menjadi petani kalau berasnya terus menurun, kalau naik sedikit kan yang penting bisa dijangkau. Ini tidak akan naik terus sebentar lagi kan panen raya,” kata dia di Denpasar, Senin.
Kepada media, ia menjelaskan bahwa biaya produksi petani di hulu meningkat mulai dari harga pupuk, pestisida, biaya tenaga, hingga distribusi, sehingga pemerintah daerah membantu petani dengan menyesuaikan harga saat ini, bukan karena ada permainan di lapangan atau stok menipis.
Dari catatan Pemprov Bali, saat ini ketersediaan beras masih stabil, dengan rutinitas panen setidaknya 700 hektare lahan setiap bulan, ditambah menjelang panen raya.
“Kalau harganya murah petani kita rugi dong bagaimana kita bisa meningkatkan NTP (Nilai Tukar Petani), harus kita mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan tolak ukurnya adalah NTP. Sekarang kan nilai tukar petaninya di atas 100 mereka sudah bisa menikmati hasilnya, kalau di bawah itu petani tidak dapat apa-apa, tidak pak-pok (impas) dia,” ujar Sunada.
Diketahui berdasarkan data terakhir Distan Pangan Bali harga beras jenis medium berada di rentang Rp10.900-Rp11.580, beras medium I Rp13.500-Rp14.600, dan beras premium Rp14.500-Rp15.500, sementara pada bulan-bulan sebelumnya belum pernah terdapat harga yang menyentuh harga maksimal seperti kondisi hari ini.
Sunada mewajarkan hal tersebut, apalagi dampak sampingnya justru mensejahterakan petani karena saat ini bisa menikmati hasil kerjanya, ke depan ia melihat tak akan ada penurunan harga beras tetapi condong ke stabilisasi harga sehingga petani tidak merugi dan masyarakat tetap bisa membeli bahan pokok tersebut.
“Respon petani bagus, contohnya Denpasar sekarang konsumsi berasnya sudah menurun dari 100 sudah turun jadi 90 persen karena sekarang di Denpasar bukan nasi saja konsumsi yang membuat kenyang. Justru lihat anak-anak tidak mau makan nasi dan cari alternatif seperti olahan ubi, kentang dan keladi, banyak bahan olahan tidak harus beras,” ujarnya.