Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Isu terkait Palestina menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan Organisasi Konsultasi Hukum Asia Afrika (AALCO) ke-61 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, karena berkaitan dengan pelanggaran hukum internasional.
"Kami memiliki topik terkait pelanggaran hukum internasional di Palestina dan wilayah pendudukan oleh Israel dan isu hukum internasional lain terkait Palestina," kata Sekretaris Jenderal AALCO Kamalinne Pinitpuvadol di sela-sela pembukaan pertemuan AALCO ke-61 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin.
Isu terkait Palestina menjadi menjadi salah satu topik substantif yang dibahas oleh 47 negara anggota organisasi tersebut.
Baca juga: Konflik Hamas - Israel semakin memanas, rumah sakit di Gaza kehabisan tempat tidur
Topik substansi lain yang dibahas, di antaranya hukum laut, pembangunan berkelanjutan dan lingkungan, hukum investasi dan perdagangan internasional, forum pemulihan aset, serta isu hukum di luar angkasa.
Pertemuan ke-61 itu juga membahas terkait organisasi, di antaranya anggota baru AALCO. Sekjen AALCO menyebutkan tidak ada negara anggota baru yang masuk dalam organisasi yang berdiri sejak tahun 1956 itu.
Selain itu, pertemuan di Bali itu juga membahas terkait pemilihan presiden dan wakil presiden untuk memimpin sesi AALCO ke-61.
Sebelumnya, perang kembali pecah antara kelompok Hamas Palestina dengan Israel pada tanggal 7 Oktober 2023.
Baca juga: China minta PBB berperan lebih aktif selesaikan perang Hamas vs Israel
Hingga Senin (10/10), perang tersebut menimbulkan korban tewas mencapai sekitar 1.600 orang dan 6.434 orang lainnya mengalami luka-luka dari kedua belah pihak.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mencatat total ada 143 warga negara Indonesia (WNI) di wilayah konflik Palestina dan Israel.
Kemlu RI merinci sebanyak 10 WNI berada di jalur Gaza, 39 orang di Tepi Barat, dan 94 orang di Sapir.
Dari jumlah itu, sebanyak 129 WNI yang berada di Palestina dan Israel memilih untuk tidak dievakuasi, meskipun konflik di antara keduanya kembali memanas.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha, ratusan WNI yang tidak mau dievakuasi adalah warga Indonesia yang menikah dengan warga setempat atau telah memiliki pekerjaan tetap di Tepi Barat, Tel Aviv, dan Yerusalem.
Kemlu RI melakukan koordinasi swcara intensif dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman, KBRI di Kairo, KBRI di Beirut, dan KBRI di Damaskus, serta Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa untuk memperoleh informasi tentang situasi keamanan terkini serta mempersiapkan rencana evakuasi WNI.
Masing-masing perwakilan RI di Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah juga melakukan koordinasi dengan otoritas negara setempat, termasuk dengan pihak imigrasi untuk mengantisipasi jika para WNI dievakuasi ke negara-negara tetangga Palestina dan Israel itu.