Denpasar (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaksimalkan porsi sumber pembiayaan, terutama utang dari dalam negeri untuk menjaga nilai tukar rupiah.
“Kebijakan ini dilakukan berkoordinasi dan kerja sama erat bersama Bank Indonesia (BI) khususnya dalam mengatasi volatabilitas nilai tukar rupiah,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Ubaidi Socheh Hamidi di sela-sela InTalks to Campus di Universitas Warmadewa Denpasar, Kamis.
Pemerintah, kata dia, menjadikan utang luar negeri hanya sebagai pelengkap, bukan instrumen utama dalam pengelolaan utang.
Dengan begitu, risiko nilai tukar rupiah dapat dimitigasi dan berada pada level yang terjaga utamanya ketika melakukan pembayaran kewajiban utang luar negeri.
Untuk menekan utang dan meningkatkan penyediaan layanan publik, pemerintah melakukan inovasi pembiayaan di antaranya dengan kerja sama antara pemerintah dengan swasta untuk membangun infrastruktur sarana dan layanan publik.
Baca juga: Kemenkeu tegaskan utang pemerintah tak ditanggung per kepala penduduk
Kemudian, penerbitan sukuk atau obligasi syariah untuk membiayai proyek berbasis ramah lingkungan di antaranya pengelolaan energi, sampah, pariwisata hijau hingga energi terbarukan.
Selain itu, ada juga penerbitan obligasi untuk pembangunan berkelanjutan atau SDG Bonds misalnya untuk proyek lingkungan hidup, sosial atau iklim.
Berdasarkan data DJPPR, utang pemerintah Indonesia per Agustus 2023 mencapai Rp7.870,35 triliun.
Dari jumlah itu, sebanyak 89 persen atau Rp6.995,18 triliun di antaranya bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN) dan 11 persen lainnya adalah pinjaman atau sebesar Rp875,16 triliun.
Apabila dirinci, komposisi SBN itu sebanyak Rp5.663,94 triliun dibeli oleh investor dalam negeri atau 72,3 persen dengan mata uang rupiah, sedangkan sisanya mencapai Rp1.331,24 triliun adalah valuta asing (27,7 persen).
Baca juga: Kemenkeu optimis lelang 2023 raih Rp750 miliar
Untuk investor yang membeli SBN merupakan investor dalam negeri di antaranya oleh perbankan, asuransi, dana pensiun, pengelola reksa dana hingga investor individu
Sedangkan sebanyak Rp875,16 triliun pinjaman itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp25,11 triliun dan luar negeri Rp850,05 triliun.
Pinjaman luar negeri itu di antaranya berasal dari bilateral sebesar Rp264,56 triliun, multilateral Rp524,10 triliun, dan bank komersial dan lembaga keuangan lainnya Rp61,39 triliun.
Per Agustus 2023, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 37,84 persen atau masih di bawah batas aman utang pemerintah maksimal 60 persen dari PDB berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Pasar SBN yang dalam, aktif dan likuid akan mendukung peningkatan efisiensi pengelolaan utang jangka panjang,” katanya.