Denpasar (ANTARA) -
"Laporan tersebut sudah kami tangani dan proses. Sampai saat ini telah masuk tahap penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti terkait kasus tersebut," kata Kompol Losa.
Setidaknya sampai Senin (17/7) penyidik telah memeriksa 15 saksi baik dari pihak pelapor maupun pihak terlapor.
Baca juga: Polresta Denpasar ungkap kematian ayah dan anak di Denpasar
Selain memeriksa saksi dan dokumen terkait keabsahan kepemilikan lahan tempat kejadian perkara, penyidik juga mendalami dugaan kekerasan yang dialami oleh pihak yang melaporkan kejadian tersebut.
"Terkait dengan pemberitaan adanya ancaman kekerasan juga masih kami dalami dan lakukan pemeriksaan intensif," katanya.
Sebelumnya kasus dugaan penutupan dan penyegelan Kantor Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) di Blok C1 Jalan Badak Agung, Sumerta Kelod, Renon, Denpasar ramai diperbincangkan warga masyarakat dan juga viral di media sosial pada bulan Mei 2023.
Pada 20 Mei 2023, kasus tersebut masuk ke Polresta Denpasar dengan nomor pengaduan Dumas/120/ V/ 2023 SPKT. Unit Reskrim/Polsek Dentim/Polresta Dps/Polda Bali. Dalam kasus tersebut ada dua pihak yang bersengketa yakni I Made Suardana sebagai pelapor dan AA Ngurah Mayun Wira Ningrat dan kawan-kawan sebagai pihak terlapor dengan dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kemerdekaan orang.
Dari keterangan pelapor I Made Suardana bahwa pada 19 Mei 2023 salah satu terlapor telah memarkir mobil merk Feroza di depan kantor LABHI. Empat hari setelahnya, pada 23 Mei 2023 terjadi pemasangan triplek dan menyegel kantor tersebut yang merupakan tempat dia bekerja. Karena tak terima dengan kejadian tersebut, Suardana melaporkannya kepada pihak kepolisian.
Baca juga: Polisi tangkap tujuh pemuda buat onar di Denpasar
Sementara itu, pihak AA Ngurah Mayun Wirawingrat, selaku salah seorang putra Raja Denpasar IX membantah dituduh telah melakukan pemerasan dan mengerahkan preman terkait penyegelan Kantor Lembaga Advokasi Bantuan Hukum Indonesia (LABHI) di Blok C1 Jalan Badak Agung, Renon Denpasar.
Pihaknya menyatakan bahwa penyegelan itu beralasan karena tanah tersebut merupakan lahan yang disewakan oleh pihak pelapor. Karena pihak pelapor tidak memenuhi kewajibannya, maka pihaknya melakukan penyegelan.
Ada pun amanat kewajiban pihak kedua (pelapor) sesuai dalam perjanjian menurut Ngurah Mayun adalah mengurus pemecahan lahan seluas kurang lebih 10 hektar yang saat ini dikenal dengan kawasan Badak Agung.
Sesuai perjanjian pihak kedua menyatakan bersedia mengurus pemecahan lahan yang telah dibagi dalam 32 bidang. Namun, hingga saat ini pemecahan tidak terwujud dan tidak ada laporan atau progres hasil kerjanya.
Hingga berita ini ditulis, polisi masih melakukan penyelidikan mendalam terhadap kesaksian dari pihak yang bersengketa dan juga dokumen terkait kepemilikan lahan yang menjadi objek materi sengketa.