Denpasar (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar mengidentifikasi hanya ada satu zona wilayah di Provinsi Bali yang belum sepenuhnya memasuki kemarau karena masih ada potensi hujan.
“Zona wilayah Buleleng bagian tengah dan selatan, Tabanan bagian utara dan Badung bagian utara,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Bali, Selasa.
Zona wilayah itu merupakan zona musim (zom) nomor 423 yang baru terindikasi masuk kemarau, dari total sebanyak 20 zom di Bali.
Dengan demikian, mayoritas 19 zom atau hampir seluruh wilayah di Pulau Dewata sudah memasuki musim kemarau.
BMKG meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk mewaspadai potensi kekeringan di Bali bagian utara.
Dari pengamatan BMKG, sebagian wilayah Bali Utara dan Timur sudah tidak turun hujan lebih dari 30 hari.
Meski demikian, BMKG mencatat tidak ada peringatan dini iklim ekstrem dengan potensi keringan di Bali yang berstatus awas.
Hanya ada yang berstatus waspada yakni di Kecamatan Seririt, Banjar, keduanya berada di Kabupaten Buleleng dan Selemadeg Timur di Kabupaten Tabanan.
Sedangkan yang berstatus siaga yakni di Kecamatan Gerokgak, Sawan, Buleleng, Busungbiu, Sukasada, Tejakula, Kubutambahan di Kabupaten Buleleng, di Kabupaten Karangasem di Kecamatan Kubu, Kabupaten Bangli di Kintamani dan Kabupaten Jembrana di Melaya.
Ada pun status waspada itu artinya jumlah hari tanpa hujan paling singkat 21 hari dengan curah hujan dasarian kurang dari 20 milimeter.
Sedangkan status siaga itu yakni jumlah hari tanpa hujan paling singkat 31 hari dengan curah hujan dasarian kurang dari 20 milimeter.
BMKG memperkirakan puncak musim kemarau di Bali terjadi pada Juli-Agustus 2023.
"Ini dapat dipengaruhi oleh kondisi El Nino yang diprediksi mulai akhir Juli namun secara normal Juli-Agustus 2023 kecenderungan sebagian besar wilayah Bali sedang kondisi puncak musim kemarau," demikian I Nyoman Gede Wiryajaya.