Denpasar (ANTARA) - Kelompok nelayan Segara Guna Batu Lumbang di Desa Pemogan, Denpasar, memungut rata-rata hingga tiga ton sampah plastik per minggu di Hutan Mangrove Ngurah Rai, Bali.
“Di dalam hutan itu sampah plastik sudah menahun tidak terjamah, itu yang kami usahakan ambil,” kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Segara Guna Batu Lumbang I Wayan Kona Antara di Denpasar, Senin.
Upaya memungut sampah plastik itu dilakukan karena perairan bakau tersebut memberikan sumber kehidupan bagi nelayan sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Sampah plastik itu beragam jenis seperti botol, kemasan, kresek, dan sampah lain seperti sandal jepit, potongan matras, botol kaca hingga sepatu.
Baca juga: Mengais sampah plastik di hutan mangrove Bali
“Kami meyakini jika mangrove bersih tentu sumber daya perikanan akan tumbuh bagus yang berdampak ke produk tangkapan kami,” imbuhnya.
Kepiting bakau menjadi salah satu hasil tangkapan para nelayan yang mencapai sekitar 2,5 kilogram kepiting bakau per hari dan diserap pasar ikan di Jimbaran, Badung.
KUB yang berada di pesisir mangrove itu, kata dia, memiliki 52 orang anggota termasuk nelayan, yang sebanyak 16 orang di antaranya melakukan pemungutan sampah plastik.
Ia memperkirakan sampah termasuk bahan plastik tersebut terjebak di akar-akar pohon magrove yang terbawa arus dari tukad (sungai) atau Tukad Mati dan Tukad Badung yang mengapit kawasan bakau itu ketika puncak musim hujan.
Baca juga: BPSPL Denpasar ajak masyarakat pungut plastik di mangrove antisipasi kemarau
Para nelayan itu memungut sampah menggunakan kano agar memudahkan pergerakan mengingat hutan mangrove memiliki kerapatan yang tinggi dengan wilayah operasi pemungutan hingga di kawasan Benoa dan Tuban, Kabupaten Badung.
Biasanya mereka mulai memungut ke tengah hutan saat pagi dan sore hari, menyesuaikan dengan kondisi pasang air laut.
Sampah plastik yang dikumpulkan kemudian dipilah dan dipilih untuk selanjutnya diangkut oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang lingkungan yang mendaur ulang sampah plastik itu.
Botol plastik bening (PET) misalnya dihargai Rp3.350 per kilogram, tutup PET sebesar Rp2.800 per kilogram, tutup galon Rp2.500 per kilogram.
Kemudian kresek campur Rp500 per kilogram, kemasan sachet Rp400 per kilogram hingga yang paling tinggi kaleng aluminium mencapai Rp10.500 per kilogram.
Kona Antara menjelaskan kerja sama dengan LSM itu dilakukan sejak awal 2022 dan dibayar per bulan kepada kelompok nelayan.
Rata-rata per bulan per orang, kata dia, sebanyak 16 nelayan yang aktif memungut sampah plastik mendapatkan sekitar Rp250 ribu dari hasil penjualan sampah plastik ditambah insentif sebesar Rp800 ribu sehingga total sekitar Rp1.050.000.
Sementara itu, berdasarkan data Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar terdapat 11 kelompok nelayan yang tersebar di Desa Serangan, Tanjung Benoa dan Tuban pada 2022.
Dari catatan BPSPL Denpasar selama Bulan Cinta Laut pada Oktober 2022, sebanyak 2.454 kilogram sampah dikumpulkan oleh 11 kelompok nelayan tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 2.079,6 kilogram di antaranya adalah sampah plastik.