Kepolisian Daerah Bali terus mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran hoaks atau informasi bohong dan propaganda di media sosial selama tahapan Pemilihan Umum 2024.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto di Denpasar, Bali, Selasa, menilai hoaks sangat berbahaya, terutama dapat menyesatkan pikiran masyarakat dan memicu gesekan vertikal maupun horizontal hingga bisa menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat.
"Hoaks merupakan ancaman serius di dunia maya karena konten hoaks sangat cepat memengaruhi emosi masyarakat. Begitu juga dengan konten provokatif yang bertujuan mengaburkan program-program pemerintah. Hoaks dan konten provokatif wajib yang marak wajib kita lawan dan makin waspada dalam menyaring berita di internet," kata Satake Bayu.
Satake menyebutkan salah satu program pemerintah yang terancam terpengaruh oleh kabar bohong adalah Pemilu 2024. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, terutama munculnya media sosial, masyarakat wajib mewaspadai penyebaran hoaks di media sosial yang secara cepat beredar luas karena berpotensi mengobarkan permusuhan, provokasi, dan agitasi.
Kepolisian, kata Satake menyadari efek hoaks yang bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat dan skeptis pada proses demokrasi seperti pemilu. Oleh karena itu, menurut dia, jika hoaks tidak dilawan dan dicegah, efeknya bisa memicu golput (golongan putih) dan pemilu terancam gagal.
Polri meminta agar masyarakat menyadari bahaya hoaks dan bisa membedakan antara informasi benar dan bohong.
Satake mengatakan bahwa masyarakat wajib menyadari bahwa salah satu cara melawan hoaks adalah dengan melaporkan akun media sosial yang menyebar berita atau gambar palsu tentang pemilu 2024. Karena dengan berhadapan dengan hukum, tindakan pelaku penyebar hoaks dapat dipertanggungjawabkan.
Polri akan melakukan antisipasi terkait penyebaran hoaks menjelang Pemilu 2024 dengan mengintensifkan tindakan preemtif dan persuasif seperti menyosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar bijak menggunakan media sosial.
"Polda Bali berupaya semaksimal mungkin memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat. Polri tidak bisa bekerja sendiri sehingga diharapkan kerja sama dari penggiat media sosial konten kreator dan awak media untuk memberikan sosialisasi dan edukasi, promosi dan wawasan global kepada masyarakat terkait penangkalan hoaks," kata Satake.
Oleh karena itu, Polda Bali mengajak penggiat media sosial, konten kreator, dan wartawan untuk bekerja sama menciptakan kondisi aman dan kondusif di tengah masyarakat, terutama berkaitan dengan Pemilu 2024 yang diwarnai oleh perbedaan dukungan terhadap calon tertentu.
Satake berharap kerja sama berbagai pemangku kepentingan terkait dan masyarakat yang solid dapat memungkinkan pemilu pada tanggal 14 Februari 2024.
Menurut dia, hal itu penting dan mendesak mengingat Pemilu 2024 menjadi pemilu yang terbesar di Indonesia sebab pelaksanaan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto di Denpasar, Bali, Selasa, menilai hoaks sangat berbahaya, terutama dapat menyesatkan pikiran masyarakat dan memicu gesekan vertikal maupun horizontal hingga bisa menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat.
"Hoaks merupakan ancaman serius di dunia maya karena konten hoaks sangat cepat memengaruhi emosi masyarakat. Begitu juga dengan konten provokatif yang bertujuan mengaburkan program-program pemerintah. Hoaks dan konten provokatif wajib yang marak wajib kita lawan dan makin waspada dalam menyaring berita di internet," kata Satake Bayu.
Satake menyebutkan salah satu program pemerintah yang terancam terpengaruh oleh kabar bohong adalah Pemilu 2024. Di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, terutama munculnya media sosial, masyarakat wajib mewaspadai penyebaran hoaks di media sosial yang secara cepat beredar luas karena berpotensi mengobarkan permusuhan, provokasi, dan agitasi.
Kepolisian, kata Satake menyadari efek hoaks yang bisa menghancurkan kepercayaan masyarakat dan skeptis pada proses demokrasi seperti pemilu. Oleh karena itu, menurut dia, jika hoaks tidak dilawan dan dicegah, efeknya bisa memicu golput (golongan putih) dan pemilu terancam gagal.
Polri meminta agar masyarakat menyadari bahaya hoaks dan bisa membedakan antara informasi benar dan bohong.
Satake mengatakan bahwa masyarakat wajib menyadari bahwa salah satu cara melawan hoaks adalah dengan melaporkan akun media sosial yang menyebar berita atau gambar palsu tentang pemilu 2024. Karena dengan berhadapan dengan hukum, tindakan pelaku penyebar hoaks dapat dipertanggungjawabkan.
Polri akan melakukan antisipasi terkait penyebaran hoaks menjelang Pemilu 2024 dengan mengintensifkan tindakan preemtif dan persuasif seperti menyosialisasi dan mengedukasi masyarakat agar bijak menggunakan media sosial.
"Polda Bali berupaya semaksimal mungkin memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat. Polri tidak bisa bekerja sendiri sehingga diharapkan kerja sama dari penggiat media sosial konten kreator dan awak media untuk memberikan sosialisasi dan edukasi, promosi dan wawasan global kepada masyarakat terkait penangkalan hoaks," kata Satake.
Oleh karena itu, Polda Bali mengajak penggiat media sosial, konten kreator, dan wartawan untuk bekerja sama menciptakan kondisi aman dan kondusif di tengah masyarakat, terutama berkaitan dengan Pemilu 2024 yang diwarnai oleh perbedaan dukungan terhadap calon tertentu.
Satake berharap kerja sama berbagai pemangku kepentingan terkait dan masyarakat yang solid dapat memungkinkan pemilu pada tanggal 14 Februari 2024.
Menurut dia, hal itu penting dan mendesak mengingat Pemilu 2024 menjadi pemilu yang terbesar di Indonesia sebab pelaksanaan pemilu dan pilkada pada tahun yang sama.