Denpasar (ANTARA) - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa menyebut pihaknya telah mewanti-wanti pengusaha babi di Bila, Kubutambahan, Buleleng, yaitu PT Anugerah Bersama Sukses (ABS), sebelum akhirnya ratusan babi milik mereka mati diduga karena virus.
Di Denpasar, Selasa, Hari Suyasa mengatakan matinya ratusan babi milik PT ABS sudah bertahap sejak tiga bulan lalu, dimana sebelum itu terjadi ia sudah meminta agar perusahaan memberlakukan tahapan ketat untuk pemulihan usai terserang virus African Swine Fever (ASF).
“Perlu perlakuan-perlakuan khusus, sudah kita minta, tapi tidak diindahkan. Contoh ada babi dia, sisa 50 ekor dari wabah. Mah mereka percaya itu babi kebal virus. Mereka lupa itu carrier. Sudah (dinasehati) berkali-kali, mereka koordinasi dengan kita sudah kita jelaskan,” kata Hari Suyasa.
Ia menjelaskan menjelaskan mulanya PT ABS hendak mengisi kembali kandangnya dengan 1.500 ekor babi setelah sebelumnya menjadi zona merah virus ASF dan didebat warga sekitar, namun lokasi tersebut belum benar-benar steril.
Tempat tersebut belum steril lantaran sebelumnya saat ternak babi mereka mati dan harus dikuburkan tak ada lahan. Rencana mereka untuk membakar ditentang masyarakat hingga akhirnya babi mengembang dan membusuk. Kemudian GUPBI Bali berhasil memediasi untuk dilakukan pembakaran.
Baca juga: GUPBI Bali akui harga daging babi turun sejak ada kasus meningitis
Dengan kondisi kandang yang sudah terkontaminasi itu, menurutnya, masih bisa dimanfaatkan perusahaan dengan dengan perlakuan yang tepat, seperti dikosongkan selama tiga bulan, lakukan biosecurity ketat, dan perbaiki sistem pemeliharaan.
“Saya datang tiga bulan lalu, PT ABS sempat hadir dan dia bertanya soal (masalah) dia. Saya bilang selesaikan dulu 50 ekor itu hilangkan, terus terapkan biosecurity ketat, dan pakai kandang tertutup karena faktornya orang, barang, dan hewan, bagaimana meminimalisasi orang, barang, dan hewan masuk jadi terkontaminasi,” ujarnya.
Kepada pengusaha babi di Bila, Kubutambahan, itu, Hari juga menyarankan untuk memindahkan lokasi peternakan. Ia mengaku hingga saat ini belum ada hasil pasti uji laboratorium untuk penyakit yang menyerang ratusan babi selama kurun waktu tiga bulan itu, meski ia meyakini bahwa itu adalah ASF.