Denpasar (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kinerja ekspor dan impor di Provinsi Bali tumbuh positif pada Februari 2023 masing-masing mencapai 49,6 juta dolar AS dan 8,2 juta dolar AS yang menandakan ekonomi mulai bergairah.
“Ada pergerakan ekonomi setelah pandemi,” kata Kepala BPS Provinsi Bali Hanif Yahya di Denpasar, Senin.
Ia merinci nilai ekspor dari Bali pada Februari 2023 tersebut meningkat 9,17 persen jika dibandingkan periode sama pada 2022 yang mencapai 45,4 juta dolar AS.
Komoditas penyumbang ekspor Bali yang dominan yakni produk ikan, krustasea dan moluska sebesar 10,8 juta dolar AS atau menguasai porsi 21,8 persen terhadap total nilai ekspor.
Kemudian, pakaian dan aksesorisnya yang bukan produk rajutan mencapai 9,7 juta dolar atau 19,7 persen dan logam mulia dan perhiasan/permata mencapai 6,8 juta dolar AS atau 13,8 persen.
Negara utama tujuan ekspor dari Bali adalah Amerika Serikat, Australia, Singapura, Prancis, China, Spanyol, Jerman, Jepang, Italia dan Kanada.
Tak hanya ekspor, kinerja impor juga tumbuh positif pada Februari 2023 dengan nilai mencapai 8,2 juta dolar AS atau naik signifikan mencapai 345 persen dibandingkan periode sama 2022 mencapai 1,8 juta dolar AS.
Menurut golongan penggunaan barang, nilai impor barang modal mencapai 560 ribu dolar AS atau meningkat 564 persen jika dibandingkan Februari 2022 mencapai 84,3 ribu dolar AS.
“Jika dibandingkan Januari 2023, kinerja impor barang modal naik 4,04 persen, lebih tinggi dari impor barang konsumsi sebesar 3,2 persen dan impor bahan baku atau penolong sebesar 2,8 persen,” imbuhnya.
Impor barang modal yang paling mendominasi adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya dengan porsi hingga mendekati 22 persen dan mesin serta peralatan mekanis dan bagiannya mencapai 9,40 persen.
Hanif menjelaskan tingginya impor barang modal itu menandakan ekonomi di Bali bertumbuh seiring pelaku usaha banyak membutuhkan peralatan untuk produksi.
Di sisi lain, ketersediaan barang modal di Bali masih belum mencukupi sehingga perlu mendatangkan langsung dalam bentuk impor.
“Ketersediaan barang modal di Bali masih belum mencukupi sehingga harus impor, ini ada dua sisi. Sisi lain ada pergerakan ekonomi, ada pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan,” katanya.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Bali mengalami kontraksi parah pada 2020 mencapai 9,31 persen akibat dihantam pandemi COVID-19. Perlahan, ekonomi Bali mulai tumbuh pada 2021 mencapai 2,47 persen dan 2022 mencapai 4,84 persen.