Tokyo (ANTARA) - Seorang desainer berharap peragaan busana Bali bertajuk Tales of Wastra atau Wasutora No Monogatari menarik perhatian warga dunia, termasuk masyarakat Jepang, bahwa Bali juga terkenal karena fesyennya yang dia harapkan turut mempengaruhi tren mode dunia.
“Harapannya Bali dikenal lebih luas lagi, enggak hanya di pariwisata, tetapi juga bahkan mempengaruhi tren mode dunia,” kata desainer I Ketut Adi Mariana dalam pameran seni dan budaya di Tokyo, Minggu.
Adi adalah satu dari empat desainer yang terlibat dalam peragaan busana yang menjadi salah satu kegiatan promosi budaya dan pariwisata Bali di Wisma Duta Tokyo.
Rancangan busana karya Adi bertajuk “Jagat Raya” memadukan kain tenun khas Bali, Endek, dengan motif goresan tangan Sakura, sebagai simbol Jepang.
“Kita berusaha mengintip pasar Jepang dengan koleksi-koleksi yang simpel seperti outer (baju luaran) ada beberapa yukata jadi enggak begitu ribet, simpel saja,” kata Adi.
Dia menambahkan warna yang digunakan pun warna alam yang tidak mencolok sesuai dengan preferensi masyarakat Jepang pada umumnya.
Desainer yang terlibat adalah Turah Mayun yang merancang pakaian adat untuk pernikahan dari berbagai daerah di Bali, di antaranya Payas Agung Ningrat Buleleng, Payas Agung Karangasem dan Payas Agung Denpasar.
Sedangkan desainer Dayuh Karang menampilkan koleksi bertajuk “Sakura by Body and Mind” yang terinspirasi dari kecantikan bunga sakura yang merekah saat musim semi.
Terakhir, desainer Lusi Damai memamerkan karya bertajuk “Galaxy” yang terinspirasi dari keindahan langit yang terjalin dalam tata surya.
Warna-warna yang ditampilkan dalam koleksi “Galaxy” mulai dari coklat keemasan, pink fuschia, sampai biru tua. Motifnya adalah perpaduan antara motif kain Endek Bali dengan aksen Jepang yang kuat.
Pameran seni dan budaya itu adalah bagian dari peringatan ke 65 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Jepang.
Peragaan busana itu juga diiringi tari topeng tua dan permainan suling dari Agus Teja Sentosa yang berasal dari Ubud, Bali.